KOMUNIKASI PERIKLANAN
ADVERTISING PLAN
By: Pranti Sayekti, S.Sn, M.Si
A. Pengertian
a. Advertising Plan
Berisi latar belakang histories dan data-data mengenai program periklanan yang sudah pernah dibuat sebelumnya untuk suatu produk
b. Advertising Plan
Merupakan rekomendasi mengenai rencana kampanye periklanan di masa yang akan datang
c. Advertising Plan
Berisi analisa SWOT mengenai suatu produk dan solusi untuk mengatasi
problem, sekaligus menangkap peluang yang ada d. Advertising Plan
merupakan Action Document yang berisi tidak hanya strategi tapi juga
implementasi dari strategi periklanan
e. Advertising Plan
Berisi rekomendasi mengenai jumlah dana yang dibutuhkan dan rincian
penggunaannya untuk suatu kampanye periklanan dalam periode tertentu
B. Komponen-komponen Perencanaan Periklanan
Perencanaan Periklanan harus sejalan dengan perencanaan pemasaran (marketing planning).
1. Tujuan Periklanan harus sejalan dengan tujuan pemasaran atau
dengan kata lain tujuan Periklanan hanya bisa ditetapkan jika tujuan
pemasaran suatu produk telah ditransformasikan ke dalam tujuan promosi.
Dalam tujuan Periklanan harus menjabarkan berapa % tingkat awareness
(sadar kenal/tanggapan) yang diharapkan terhadap target audience Dalam
tujuan promosi biasanya dinyatakan berapa banyak orang yang diharapkan
tahu tentang promosi yang disampaikan dan pada tingkat tanggapan yang
bagaimana Selanjutnya ditetapkan berapa banyak yang harus menjadi
tanggung jawab Periklanan dan berapa banyak dari unsur-unsur promosi
lainnya (Personal Selling, Publicity, Sales Promotion) Bila seandainya
aktivitas unsure-unsur promosi lainnya dianggap tidak diperlukan dengan
sendirinya target audience tersebut harus menjadi tanggung jawab
sepenuhnya Periklanan.
Langkah berikutnya adalah menentukan tingkat tanggapan yang bagaimana
yang diharapkan sehingga khalayak sasaran bersedia membeli produk yang
diiklankan
2. Strategi Periklanan.
Ada dua syarat utama yang harus dipenuhi:
a. Siapa khalayak sasaran Periklanan
b. Bagaimana membuat khalayak sasaran Periklanan tsb tahu tentang
iklan produk kita sehingga tercapai yang dinyatakan oleh tujuan
Periklanan. Sebagai alat pencapaian tersebut ialah dengan advertising
mix yang terdiri dari unsure media dan unsure kreatif
3. Program Dinyatakan dalam bentuk penjabaran strategi Periklanan yang dikaitkan dengan unsure waktu
4. Anggaran
Dinyatakan dalam bentuk rincian atas kebutuhan untuk kegiatan-kegiatan Periklanan
C. Element of Advertising Plan
a. Executive Summary (Ringkasan Eksekutif)
1). Ringkasan yang berisi butir-butir utama yang disampaikan dalam Advertising Plan
2). Fungsinya untuk memberikan gambaran singkat/kerangka rencana yang diusulkan. 3). Terdiri dari satu atau dua halaman
b. Situation Analysis
1). Riwayat Produk
2). Latar Belakang diciptakannya produk
3). Budget Periklanan yang sudah dikeluarkan dalam periode tertentu
4). Tema iklan yang sudah pernah atau sedang digunakan
5). Pengaruh kondisi sosial, politik dan ekonomi yang berkaitan dengan pemasaran produk
6). Problem yang dihadapi dan peluang yang ada
7). Hal-hal lain yang dapat mempengaruhi program Periklanan
8). Data-data pemasaran penunjang yang diperlukan
Product Evaluation
- Deskripsi produk dibandingkan dengan kompetitor
- Pengembangan, modifikasi dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada produk selama dipasarkan
- Persepsi konsumen terhadap produk
- Distribusi produk
- Pendapat para distributor atau retailer terhadap ketersediaan dan pemasaran produk
- Kemasan produk
- Problem yang dihadapi konsumen terhadap produk tsb
d. Consumer Evaluation
1. Geografi, demografi, psikografi
2. Pendapat terhadap produk : kualitas, harga, kemasan, iklan dan aktivitas promosi
lain, after sales sevice, dsb
3. Pola penggunaan produk
e. Competitive Analysis
1. Kompetitor langsung
2. Kompetitor tidak langsung. Data-data mengenai situation analysis dapat dirangkum
dalam bentuk yang lebih sistematis, yaitu dengan analisa SWOT
f. Marketing Goal
1. Berisi tujuan yang akan dicapai serta strategi pemasaran yang akan dilaksanakan
2. Penjelasan bahwa AP yang dibuat adalah untuk mendukung pencapaian tujuan pemasaran tsb
g. Advertising Recommendation
1. Target Market Bisa sama dengan yang tercantum dalam consumer
evaluation. Atau lebih spesifik, misal rencana program Periklanan lebih
ditekankan pada pemakai produk kompetitor, pemakai setia atau orang yang
belum tahu sama sekali mengenai produk tsb.
Advertising Objective
Tujuan Periklanan ditetapkan berdasarkan analisa situasi dan tujuan
pemasaran yang telah ditetapkan lebih dulu Dibuat dalam kalimat
singkat/pendek, jelas dan mudah dipahami
h. Positioning
Kesan/citra apa yang akan ditanamkan dalam benak konsumen tentang produk tsb.
Creative Strategy berdasarkan informasi yang telah dijelaskan dalam analisa situasi maka ditentukan pendekatan kreatif
a. Tematis : tema yang diangkat menjadi inti pesan iklan produk dalam
jangka panjang b. Taktis : pesan iklan yang dibuat khusus untuk
kepentingan jangka pendek dan tetap berkesinambungan dengan tema iklan
yang telah ditetapkan
c. Tone and manner : citra atau kepribadian produk yang ingin ditonjolkan melalui pesan iklan
j. Media Strategy
1. Khalayak sasaran
2. Pemilihan media (Media Selection) Media plan/schedule
3. Executions
a. Layout dan copy untuk iklan cetak
b. Naskah radio
c. Storyboard untuk iklan televisi
4. Brosur, katalog, desain kemasan, dll (tergantung kebutuhan)
k. Budget
1. Pengembangan konsep kreatif dan produksi materi kreatif
2. Pemasangan iklan di media yang ditetapkan
3. Aktivitas komunikasi pemasaran lain
PERENCANAAN KREATIF PERIKLANAN
Sebagaimana setiap perencanaan , dalam perencanaan kreatif kita perlu menetapkan 4 hal pokok, yaitu :
1. Tujuan Kreatif Dinyatakan dalam tingkat tanggapan (respons) yang kita inginkan terjadai pada diri khalayak (audience).
2. Strategi Kreatif Mencakup pemilihan strategi dasar untuk
menciptakan iklan dari gagasan isinya (content). Strategi kreatif ini
kemudian akan dituangkan ke dalam bentuk rencana kerja kreatif (creative
workplan) yang kemudian akan dijadikan dasar untuk pelaksanaan eksekusi
kreatif. Creative workplan disusun berdasarkan konsep produk yang telah
disiapkan sebelumnya sebagai identifikasi atas produk, konsumen,
kondisi pasar dan persaingan.
Strategi kreatif dinyatakan dalam jabaran yang menetapkan a. Siapa
khalayak sasaran kreatif (creative target audience) b. Bagaimana membuat
paduan kreatif (penulisan naskah dan art & visualisasi) yang lebih
efektif terhadap khalayak sasaran tersebut. Dalam praktek di perusahaan
Periklanan, kedua jabaran diatas dilakukan dengan menetapkan : Untuk
khalayak sasaran : siapa individu, keluarga atau kelompok terkecil lain
yang dapat mewakili seluruh khalayak sasaran Periklanan suatu produk.
Makin kecil kelompok ini, makin baik, karena akan sangat memudahkan
penulis naskah (copywriter) artis (art director) untuk menciptakan
pesan-pesan iklan yang lebih komunikatif dengan kelompok tersebut Untuk
paduan kreatif, akan ditulis secara singkat namun jelas tentang
patokan-patokan (definitions) yang akan diterapkan dalam pesan iklan
tersebut.
Patokan-patokan ini umumnya dijabarkan dalam 6 hal :
(i) posisi produk/merk (product/brand positioning) adalah persepsi
apa yang kita inginkan timbul pada khalayak setiap kali mereka
membutuhkan jenis produk kita ataupun di saat mereka terekspos oleh
iklan atau produk tersebut. Paling ideal jika persepsi tersebut sesuatu
yang unik, setidaknya berbeda dari pesaingnya.
(ii) manfaat utama konsumen (key consumers benefit) adalah manfaat
langsung atau segera yang diperoleh konsumen di saat mereka membeli atau
di saat awal penggunaan produk tersebut
(iii) Janji (promise) Adalah manfaat lain yang akan diperoleh
konsumen secara tidak langsung atau setelah penggunaan dengan teratur
atau dalam waktu yang relatif lama
(iv) Bukti penunjang (supporting evidence) Adalah penggunaan acuan
yang dapat meyakinkan khalayak tentang manfaat utama dan janji yang kita
sampaikan. Meyakinkan khalayak ini dapat dilakukan dengan memberikan
acuan tentang pengalaman konsumen yang sudah pernah menggunakan produk
tersebut, atau dari produk, harga, distribusi dan promosinya ataupun
dari perusahaan pembuat produk itu sendiri. Kadang-kadang malahan cukup
diacu pada akal sehat para khalayak saja.
(v) Citra yang akan dibangun (image) Adalah upaya untuk membentuk
persepsi positif khalayak tentang merek, produk atau perusahaan
(vi) Pembawaan (tone and manner) Adalah rincian tentang hal-hal
teknis lain yang tidak dibahas dalam kelima unsure lainnya. Para
praktisi sering memanfaatkannya untuk membahas struktur metode, teknik,
karakter, gaya baik yang menyangkut penulisan naskah ataupun yang
menyangkut seni dan visualisasi. Jenis-Jenis Strategi Kreatif : USP
(Uniqe Selling Preposition) Pernyataan unik yang menjual, mayor selling
idea. Pernyataan unik yang didasarkan pada keunggulan teknis dari produk
3 prinsip pembuatan USP : menyangkut manfaat produk, pernyataan dibuat
harus unik/tidak digunakan oleh produk lain, pernyataan dibuat bersifat
menjual Brand Image.
Menyangkut pengembangan dan upaya mempertahankan citra dari suatu
merk Positioning Strategi positioning dapat memberikan focus dalam
pengembangan kampanye Periklanan. Strategi ini dapat berisi dan
diimplementasikan melalui berbagai cara yang diambil dari atribut,
persaingan, dsb. Inherent Drama Pendekatan ini merupakan strategi
kreatif yang dilakukan melalui penonjolan sifat-sifat produk secara
dramatis . Tipe-tipe Himbauan Pesan Iklan : a. Daya tarik Rasional
Cenderung memberikan informasi nyata, digunakan untuk menunjukkan suatu
kenyamanan bagi konsumen terhadap suatu produk dengan menawarkan
keuntungan tertentu Himbauan yang dijadikan daya tarik rasional :
Feature appeal Himbauan pesan lebih menonjolkan keistimewaan /cirri-ciri
produk dengan kelengkapan produk Competitive advance appeal Menonjolkan
kelebihan produk disbanding produk pesaing Favorable appeal Menekankan
pada pendektan harga yang menarik, isi pesan yang terfokus pada
penawaran harga yang menarik News appeal Didominasi berita yang
menginformasikan produk baru atau keberadaan produk di pasar Product
popularity Penggunaaan popularitas produk dengan penonjolan seperri
banyaknya konsumen yang memakai produk tsb b. Daya tarik Emosional
Ditempatkan dalam kreatif iklan seperti rasa humor, iri atau takut yang
diolah sedemikian rupa supaya dapat membuat khalayak menerimanya sebagai
pertimbangan ketika mengambil keputusan membeli. Daya tarik ini
digunakan pula untuk mempengaruhi interpreatsi konsumen melalui
pengalaman mereka dalam penggunaaan produk.
3. Program Kreatif Dinyatakan dalam bentuk penjabaran strategi
kreatif yang dikaitkan dengan unsure waktu Selain itu, program kreatif
juga membahas visualisasi nyata dari strategi kreatif yang telah
ditetapkan baik dalam bentuk teks naskah iklan atau desainnya.
4. Anggaran Kreatif Dinyatakan dalam bentuk rincian atas kebutuhan
dan untuk bahan-bahan Periklanan maupun promosi lainnya, baik untuk
penyiapan bahan-bahan iklan pada perusahaan Periklanan sendiri, seperti
desain, artwork, dsb ataupun yang dilakukan pihak keetiga seperti film
positif, separasi warna, barang cetakan dsb.
Bahasa Iklan
COPYWRITER, COPYWRITING, DAN BAHASA
By: Pranti Sayekti, S.Sn, M.Si
Hasil kerja seorang
copywriter disebut dengan
copywriting.
Copywriting merupakan rancangan bahasa dalam pembuatan iklan.
Copywriting sering diartikan sebagai hasil kerja gabungan antara sastrawi dan intelektual. Sehingga syarat utama menjadi
copywriter adalah penguasaan bahasa.
Dalam hal ini terdapat unsur mencipta, menyajikan kebenaran yang faktual menggunakan bahasa — sangatlah dipentingkan.
Copywriting adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang
membangun emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca
maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat
teks. Daya pengaruh ini begitu kuat, bahkan seperti bisa menghipnotis.
Oleh karena itu, bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah,
menarik, mengidentifikasi, menggalang kebersamaan, dan mengkombinasikan
pesan dengan komparatif kepada khalayak (Stan Rapp & Tom Collins,
1995: 152). Dengan demikian, struktur kata dalam iklan:
1. Menggugah: mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan memberikan perhatian.
2. Informatif: kata-katanya harus jelas, bersahabat, komunikatif.
Tidak bertele-tele apalagi sampai mengabaikan durasi penayangan.
3. Persuasif: rangkaian kalimatnya membuat konsumen nyaman, senang, tentram, menghibur.
4. Bertenaga gerak: komposisi kata-katanya menghargai waktu selama masa penawaran/masa promosi berlangsung.
Untuk menyampaikan gagasan pikiran dalam suatu bahasa seorang penulis
iklan harus mengetahui aturan-aturan bahasa tersebut, seperti tata
bahasa, kaidah-kaidahnya, idiom-idiomnya, nuansa atau konotasi sebuah
kata, dan sebagainya. Syarat ini adalah syarat yang mutlak.
“Bermain-main” dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku,
boleh-boleh saja. Tetapi aturan bakunya, harus kita kuasai dulu. Dan ini
justru dipakai oleh para
copywriter demi kreativitasnya untuk memancing perhatian.
Untuk penulis naskah dengan menggunakan bahasa Indonesia, mereka
harus menguasai EYD. Hal ini dipakai untuk menjelaskan hal yang sangat
gamblang, misalnya “di” awalan harus disambung, dan “di” kata depan
harus dipisah.
Bahkan menurut Agustrijanto ( 2004:75) seringkas apa pun sebuah kalimat pada
copywriting, ia harus mempunyai subjek dan predikat. Tanpa itu gugur sudah kekuatan
copywriting.
Pengertian subjek predikat ini tidak boleh diartikan kaku seperti
halnya kita mempelajari tata bahasa karena materi teks periklanan sangat
tergantung di media mana iklan diterapkan.
Panduan bagi seorang
copywriter untuk menulis iklan adalah
Brief Kreatif. Dengan demikian, gaya berbahasa dan jenis kata dalam
iklan yang dibuatnya untuk surat kabar tentu berbeda dengan iklan yang
ditayangkan di radio atau televisi. Sebab surat kabar mementingkan mata
dan dapat diamati orang dengan lama. Sementara radio mementingkan
telinga dan televisi mementingkan mata dan telinga. Kedua yang terakhir
ini bersifat sekelebat.
Selain itu, bahasa yang dipakai dalam
copywriting harus mampu mengarahkan
target audience
untuk membeli, menggunakan, atau beralih ke produk jasa yang
diiklankan. Tentu saja, perlu juga diperhatikan apakah produk yang
diiklankan baru ataukah sudah lama.
Gaya dan jenis bahasa yang dipakai pun harus sesuai dengan
target audience. Seorang
copywriter
seharusnya mengetahui dengan siapa dia berbicara, bagaimana kebiasaan
perilaku mereka, dan di mana mereka berada. Sebagai contoh sederhana
dalam kehidupan sehari-hari, kita akan berbicara secara berbeda dengan
teman, kuliah, sahabat, pacar, penjual di kantin. Bahkan secara lebih
spesifik kita akan berbeda melakukan penbicaraan dengan teman kita yang
berasal dari Jawa dan dari Batak, akan berbeda berbicara dengan orang
tua dan orang yang sebaya.
Efektivitas Kata dalam Iklan
Sebuah atau beberapa kata namun memiliki sifat menjual itulah efetivitas kata dalam
copywriting.
Di sini terdapat kekuatan narasi, teks, atau diksi dari sebuah iklan
dapat membuat orang terpengaruh untuk berbuat seperti yang dikehendaki
pesan iklan tersebut. Sehingga memang benar sangat diperlukan kata-kata
yang memadai.
Bahasa dalam iklan selain memperhatikan masalah ide yang diwujudkan
dalam bentuk kat-kata, dalam penghadirannya bahasa iklan menurut Goddard
(2003:13-16) juga memperhatikan hal-hal “paralanguage” yang merupakan pakaian yang dipilih
copywriter dan
art directoruntuk membungkus idenya. Paralanguage itu berupa
layout, jenis huruf, visual dan media, untuk membentuk iklan secara menyeluruh.
Dengan demikian ,jika unsur paralangue tersebut diolah secara
maksimal, efektivitas iklan akan tercapai. Efekivitas ini, secara
substansi didukung oleh efektivitas kata.
Penggunaan bahasa dalam iklan terkadang dipandang menarik, jika
bersifat main-main, atau menurut Hakim (2006) bersifat “lanturan”.
Menurutnya lanturan berbeda dengan kata melantur yang artinya ngawur,
tidak nyambung dengan topik yang sedang dibahas. Sementara lanturan
adalah sengaja melantur atau melantur dengan tujuan. Namun, lanturan
yang dibuat tersebut harus selalu dijaga relevannya. Karena itu, carilah
lanturan yang sejauh-jauhnya, namun bawalah relevansi sedekat-dekatnya
(Hakim, 2006: 78-79).
Hal yang paling dekat dengan lanturan adalah plesetan. Orang muda
saat ini tidak terasa gaul jika tidak banyak berplesesetan dalam
bercanda. Orang tertawa ketika mendengar plesetan karena relevansinya.
Relevansi dalam konteks ini adalah kata asli yang diplesetinya. Jika
orang tidak tertawa berarti tidak relevan. Tidak ada korelasi kata asli
dengan plesetannya.
Untuk berpandai-pandai dalam membuat lanturan, seorang
copywriter
harus menguasai gaya bahasa, baik itu personifikasi, analogi,
kontradiksi, metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, paradoks dan masih
banyak lagi.
Perhatikanlah iklan rokok A-Mild dalam seri “tanya kenapa”. Iklan
tersebut dipasang di sepanjang jalan-jalan tol di Jabodetabek. Iklan
tersebut bertuliskan “terhambat di jalan bebas hambatan” dengan visual
yang dilatari oleh kemacetan mobil. Karena itu dipasang di sepanjang
jalan tol Jabodetabek, dapat kita pastikan bahwa
target audience
adalah para sopir, penumpang kendaraan yang melewati jalan tersebut.
Hanya masalahnya, apa kaitan kata-kata itu dengan rokok A-Mild? Di
sinilah berlaku sifat lanturan. Namun, apakah itu relevan?
Yang jelas iklan tersebut masuk dalam seri iklan A-Mild “tanya
kenapa”. Kita tahu bahwa iklan-iklan dalam seri tersebut selalu berisi
kritik sosial. Dalam konteks ini, iklan rokok A-Mild mengusung
brand
bahwa dia adalah rokok yang cerdas dan kritis terhadap kondisi
masyarakat. Kemudian, orang akan bertanya “apa hubungannya semua itu
dengan A-Mild sebagai rokok?” Untuk menjawab hal itu memang diperlukan
penjelasan tentang sejarah A-Mild.
Ketika awal peluncuran produk tersebut, A-Mild mengusung
brand
rokok yang rendah tar dan rendah nikotin. Dengan kata lain, rokok ini
adalah rokok sehat, sebuah produk yang tentu saja mendukung kampanye
anti nikotin. Dengan demikian, sebenarnya tak masalah orang-orang tetap
mentradisikan merokok dengan tetap memperhatikan kesehatan karena A-Mild
telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, tata krama beriklan di
Indonesia menerapkan aturan yang tegas untuk rokok. Antara lain iklan
tidak boleh menayangkan atau menvisualkan bentuk rokok dan orang
merokok. Dan lebih ekstrim lagi, iklan rokok selalu harus memuat tulisan
“rokok dapat menggangu kesehatan, serangan jangtung, gangguan kemailan
dan janin”.
Sebuah kritik yang diusung oleh iklan rokok ini: Mengapa pihak-pihak
tertentu mengatur secara “ketat” produk rokok sehat ini. Padahal di
masyarakat terdapat banyak sekali PR yang masih harus diselesaikan,
seperti banjir di ibu kota, macet di jalan tol, sikap petugas pemerintah
yang sulit sekali memberi tanda stempel, mentaati peraturan kalau ada
yang melihat, dan lain-lain.
“Sabun untuk mencuci piring banyak merknya. Namun demikian, tidak
semua merk itu benar-benar bisa memenuhi harapan konsumen, yaitu hemat
dalam pemakaian, bersih tak berminyak, dan harum sehingga tampak jelas
jika dipegang menjadi tidak licin. Sabun cuci X berbeda dengan sabun
cuci piring yang lain. Sabun cuci X hanya membutuhkan satu sendok makan
untuk mencuci 50 piring kotor berminyak dengan hasil yang bersih
mengkilat. Hal ini telah dibuktikan di berbagai restoran ternama di
Indonesia. Anda sendiri boleh membuktikannya sekarang”.
1. Syarat utama seorang
copywriter adalah
A. seniman
B. kemampuan mengolah bahasa
C. kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
D. mau bekerja keras
2. Benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun emosi dan
membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya
untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks, disebut:
A. Sasaran iklan
B.
target audience
C.
Copywriting
D.Brief kreatif
3. Dasar kerja seorang
copywriter adalah
A. Brief Kreatif
B.
Marketing Brief
C. Hasil
research
D.Taglimat pemasaran
4. Bahasa dalam iklan harus sesuai dengan , kecuali
A. target audience
B. media
C. rencana pemasaran
D. selera
copywriter
5. Struktur kata dalam iklan seharusnya memenuhi syarat:
A. Menggugah dan informatif
B. Persuasif dan bertenaga gerak
C. A dan B salah
D. A dan B benar
6. Bahasa dalam iklan selain berbentuk kata-kata, penghadirannya
iklan juga memperhatikan “paralanguage”. Paralanguage berupa, kecuali:
A. layout
B. jenis huruf
C. gramatikal kata
D. visual dan media
RINGKASAN
Hasil kerja seorang
copywriter disebut dengan
copywriting.
Copywriting
adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun emosi dan
membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya
untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks. Oleh karena itu,
bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah, informatif, persuasif,
bertenaga gerak.
Untuk menyampaikan gagaan pikiran dalam suatu bahasa seorang penulis
iklan harus mengetahui aturan-aturan dalam sebuah bahasa. Tentu saja,
“bermain-main” dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku
diperbolehkan asalkan hal itu memang menjadi konsep kreatif dan terdapat
dalam Kreatif Brief.
Keefektivan bahasa dalam iklan harus memiliki sifat menjual serta memperhatikan media iklan,
target audience
, serta rencana pemasaran: apakah produk baru ataukah lama. Hal ini
harus didukung oleh “paralanguage” yang berupa layout, jenis huruf,
visual dan media.
Terkadang penggunaan bahasa dalam iklan dipandang menarik, jika
bersifat bersifat lanturan. Lanturan adalah sengaja melantur, dengan
selalu menjaga sifat relevan dari lanturan tersebut. Syarat untuk
membuat lanturan adalah penguasaan gaya bahasa, baik itu personifikasi,
analogi, kontradiksi, metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, maupun
paradoks.
Daftar Pustaka
Agustrijanto, 2002.
Copywriting. Bandung Rosda.
Goddard,
Angela.2003.
Language of Advertising. Second Edition. London:
Routledge.
Hakim, Budiman, 2006
. Lanturan tapi Relevan. Yogyakarta: Galang.
Madjadikara, Agus S. 2004.
Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan. Jakarta:
Gramedia.
Rapp, Stan & Tom Collins. 1995.
Terobosan Baru dalam Strategi Promosi, Periklanan,
dan Promosi, Maxi Marketing. (terj. Hifni Alifahmi). Jakarta: Erlangga.
Sutherland, Max dan Alice K. Sylvester.
Advertising and the Mind of the
Consumer. Jakarta: PPM
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. B. Alasan: kemampuan mengolah bahasa adalah syarat utama seorang
copywriter. Kemampuan berkomunikasi dan mau bekerja keras
merupakan syarat umum seluruh pekerja dalam periklanan.
2. C. Alasan: cikup jelas.
3. A. Alasan: dasar kerja seorang
copywriter adalah kreatif brief.
Marketing brief
dan
research merupakan dasar untuk menyusun kreatif brief.
4. D. Alasan: cukup jelas
5. D. Alasan : cukup jelas
6. C. Alasan: cukup jelas.
BIRO IKLAN
By: Pranti Sayekti, S.Sn, M.Si
MANAJEMEN BIRO IKLAN Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI), biro
iklan (advertising agency) diartikan sebagai suatu organisasi usaha yang
memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi, mengelola, dan atau
memajukan merek, pesan, dan atau komunikasi pemasaran untuk dan atas
nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanannya tersebut.
Dengan demikian, perusahaan periklanan adalah termasuk kategori
perusahaan jasa. Bisnis perusahaan periklanan di Indonesia termasuk
salah satu bisnis yang berkembang cukup pesat. Jumlah anggota Persatuan
perusahaan periklanan Indonesia (PPPI) dari tahun ke tahun menunjukan
kenaikan (total per akhir 2005 terdaftar 412 perusahaan periklanan di
seluruh Indonesia dengan nyaris 50%-nya berada di DKI Jakarta). Media
massa baru juga semakin bermunculan, baik itu stasiun TV maupun media
cetak. Semakin banyak pula perguruan tinggi yang membuka jurusan
periklanan, komunikasi, disain grafis dan sejenisnya selain
kursus-kursus singkat mengenai berbagai keahlian dalam bekerja di
perusahaan periklanan. Berkarir di biro iklan bagi sebagian orang
dianggap menarik karena biro iklan dianggap tempat kerja yang kreatif,
dinamis dan berjiwa muda. Walaupun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa
sebenarnya bekerja di biro iklan juga memiliki tingkat stress kerja yang
cukup tinggi. Secara umum, struktur organisasi suatu biro iklan dapat
digambarkan sebagai berikut: Berdasarkan struktur di atas, secara umum,
ada beberapa fungsi di biro iklan yang bisa menjadi pilihan berkarir;
yaitu: 1.Bina Usaha (Account Management) Secara singkat, departemen ini
berfungsi sebagai ‘jembatan’ antara klien-klien suatu biro iklan dengan
departemen-departemen lainnya di biro iklan tersebut. Saat ia menghadapi
klien, maka ia mewakili biro iklannya dalam mendapatkan informasi
tentang apa saja kebutuhan klien untuk suatu program komunikasi
pemasaran dari produk/jasa klien tersebut. Ia harus dapat menangkap
dengan jeli peluang-peluang usaha yang mungkin dapat ia peroleh dari
klien-kliennya. Ia juga harus mampu berpikir secara strategis untuk
membantu memecahkan masalah komunikasi pemasaran dari kliennya. Pada
saat ia bertemu dengan rekan-rekannya di biro iklan, maka ia menjadi
wakil klien dalam menjabarkan dengan sebaik mungkin kebutuhan klien
tersebut. Ia juga akan membantu klien memastikan bahwa segala penugasan
dari klien terlaksana dengan kualitas terbaik, tepat waktu dan tepat
anggaran. Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan
seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah: Kemampuan
berhubungan dengan individu (human relation) Kemampuan melakukan
presentasi dengan menyakinkan Kemampuan berbahasa asing (Inggris,
Mandarin dan sebagainya) Mempunyai jiwa “melayani” dengan penuh semangat
dan ceria Kemampuan menganalisa kebutuhan-kebutuhan klien Kemampuan
memahami strategi pemasaran klien Mempunyai apresiasi yang baik atas
nilai-nilai seni/kreatifitas Kemampuan memimpin kelompok kerja Kemampuan
mengambil keputusan dalam waktu yang singkat Menguasai proses kerja di
biro iklan dengan baik Tekun dan teliti dalam menyelesaikan tugas-tugas
administrasi 2.Perencanaan Strategis (Strategic Planning) Departemen ini
berfungsi untuk membantu departemen Bina Usaha dan Kreatif dalam
menemukan ide-ide dasar pemecahan masalah komunikasi pemasaran dari
klien biro iklan. Pada beberapa biro iklan, fungsi ini masih digabungkan
dengan fungsi dari departemen Bina Usaha. Tugas utama dari departemen
ini adalah untuk ‘menerjemahkan’ taklimat (brief) dari klien agar
memudahkan tim kreatif mengembangkan ide-ide mereka. Suatu taklimat dari
klien pada prinsipnya adalah suatu problem. Seorang Perencana Strategis
(Strategic Planner) harus mampu memperoleh alternatif pendekatan
terbaik untuk memecahkan permasalahan klien tersebut. Kunci keberhasilan
seorang Perencana Strategis dalam memecahkan masalah klien adalah: 1)
pemahaman yang mendalam mengenai produk/jasa klien dan 2) pemahaman yang
mendalam mengenai konsumen dari produk/jasa klien. Termasuk dalam
pengertian “produk/jasa klien” adalah seluruh pesaing-pesaingnya.
Bagaikan seorang jenderal dalam suatu medan perang, Perencana Strategis
mempunyai peran yang kritikal dalam menentukan arah strategi komunikasi
perusahaan periklanan atas suatu produk/jasa. Beberapa kualifikasi yang
akan mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam
fungsi ini adalah: Kemampuan berpikir secara analitis (baik kuantitatif
maupun kualitatif) dan konseptual yang kuat dan tajam Menguasai
teknik-teknik penelitian/riset Mempunyai apreasi yang baik atas
nilai-nilai seni/kreatifitas Mempunyai wawasan yang luas Kemampuan
melakukan presentasi dengan baik dan jelas, termasuk disini adalah
kemampuan ’menjual’ suatu ide atau solusi 3.Kreatif Departemen ini
berfungsi sebagai ‘dapur’ dari suatu biro iklan. Di departemen inilah
permasalahan komunikasi pemasaran klien dicoba dipecahkan. Tim kreatif
memperoleh masukan dari para Perencana Strategis. Kualitas dari taklimat
yang diperoleh dari Perencana Strategis inilah yang akan menentukan
titik awal kualitas keluaran dari suatu tim kreatif; seperti kata
pepatah Inggris: Garbage In, Garbage Out. Selain menemukan ide-ide
kreatif untuk memecahkan masalah tersebut, tim kreatif juga harus
memikirkan media apa saja yang akan sesuai untuk menjadi sarana
komunikasi produk/jasa tersebut. Biasanya, hal ini akan membutuhkan
kerja-sama dengan Departemen Media. Tim kreatif umumnya terdiri dari 2
fungsi utama; yaitu fungsi Pengarah Seni (Art Director) dan fungsi
Penulis Naskah (Copywriter). Pengarah Seni bertanggung-jawab untuk
menemukan ide-ide yang bersifat visual sedangkan Penulis Naskah akan
mencari ide-ide yang bersifat verbal (baik tulisan maupun lisan,
tergantung jenis media iklan yang digunakan). Kecuali untuk media radio
yang hanya membutuhkan komunikasi verbal, kebanyakan jenis media lainnya
akan sangat membutuhkan kerja-sama yang erat di antara ke dua fungsi
tersebut. Beberapa kualifikasi yang akan mendukung keberhasilan
seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi ini adalah: Kemampuan
berpikir secara kreatif (secara visual ataupun verbal) Mempunyai wawasan
yang luas, khususnya dalam bidang yang berkaitan dengan kreatifitas
Kemampuan tidak cepat putus asa bila ide/solusinya ditolak Kemampuan
bekerja dalam tingkat stres yang tinggi Kemampuan bekerja dalam tim
Kemampuan melakukan presentasi dengan baik 4.Media Departemen ini
bertanggung-jawab dalam memberikan solusi kepada klein berkaitan dengan
pengaturan anggaran/biaya pemasangan iklan klien di media massa. Dalam
Departemen ini biasanya terdapat beberapa sub-fungsi yaitu: Perencanaan
Media (Media Planning), Negosiasi Media (Media Negotiation), dan
Pelaksanaan Media (Media Implemention atau Media Buyer). Tugas utama
dari seorang Perencana Media (Media Planner) adalah untuk memastikan
bahwa anggaran/biaya pemasangan iklan suatu klien/produk akan mencapai
suatu tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi. Efektif dalam
pengertian media yang digunakan akan mampu menjangkau sasaran konsumen
utama dari produk klien tersebut. Efisien dalam pengertian klien
mendapatkan harga terbaik yang mampu menjangkau sasaran konsumuen
utamanya sebanyak mungkin. Dalam melakukan perhitungan efektifitas dan
efisiensi tersebut seorang Perencana Media harus memahami bauran media
(media mix) seperti apa yang dapat mencapai kondisi optimal yang
diharapkannya. Negosiator Media bertanggung jawab untuk melakukan
negosiasi baik dari sisi harga pemasangan iklan di media massa, waktu
pemasangan, maupun hal-hal yang berkaitan dengan ‘ukuran’ (space) iklan
di suatu media massa. Idealnya diharapkan iklan suatu produk dapat
dipasang dengan harga semurah mungkin, di tempat/waktu yang paling
efektif dalam menjangkau sasaran konsumennya dan dengan memperoleh
‘ukuran’ (space) iklan yang seluas/selama mungkin. Pelaksana Media
(Media Implementor/Buyer) bertanggung-jawab mengimple-mentasikan
rancangan dan strategi pemasangan iklan yang disusun oleh Perencana
Media dan memastikan bahwa target efektifitas dan efisiensi yang telah
disepakati dengan klien dapat tercapai. Beberapa kualifikasi yang akan
mendukung keberhasilan seseorang dalam mengawali karirnya dalam fungsi
ini adalah: Menguasai ilmu statistik (pengolahan data dan analisa data
kuantitatif) Mempunyai wawasan yang luas, khususnya mengenai kondisi
media massa Kemampuan bekerja dalam tim Kemampuan melakukan presentasi
(khususnya bagi Perencana Media) Kemampuan bernegosiasi (khususnya bagi
Negosiasi Media) Kemampuan bekerja dengan detil/teliti tapi tetap dengan
kecepatan kerja yang tinggi Kemampuan mengambil keputusan dalam waktu
yang singkat (khususnya bagi Pelaksana Media) Ke empat departemen di
atas boleh dikatakan sebagai empat pilar utama dalam suatu biro iklan.
Dalam perkembangannya saat ini, suatu biro iklan saat ini bisa saja
tidak memiliki ke empat pilar tersebut. Selain kemungkinan
digabungkannya fungsi Bina Usaha dengan Perencanaan Strategis, pada saat
ini makin banyak biro iklan yang melepaskan departemen medianya dan
menyerahkan bisnis pemasangan iklannya melalui suatu biro iklan media
(media agency). Biro iklan yang melakukan hal ini akibatnya hanya
berfungsi sebagai biro iklan kreatif (creative agency atau sering pula
disebut sebagai brand agency). Bila Anda ingin mengirimkan lamaran ke
suatu biro iklan, pastikan bahwa posisi yang Anda incar memang ada pada
perusahaan tersebut. Selain ke empat pilar di atas, ada beberapa
departemen lainnya yang mempunyai fungsi yang menunjang keberhasilan ke
empat departemen tersebut. Berikut ini uraian singkat dari beberapa
departemen penunjang tersebut: 1.Studio Kreatif Departemen ini
bertanggung-jawab untuk merubah ide-ide yang ditemukan oleh tim kreatif
(Pengarah Seni ataupun Penulis Naskah) kedalam bentuk yang dapat lebih
“mudah” dilihat dan dipahami oleh orang kebanyakan. Sederhananya: tugas
mereka adalah memvisualisasikan ide-ide yang awalnya hanya bersifat
“dalam angan-angan” atau baru berupa coretan-coretan sederhana. Jadi,
kecuali materi iklan itu hanya berbentuk audio (suara), maka untuk
materi-materi lainnya, peran studio ini akan dibutuhkan. Staf Studio
yang menggunakan kemampuan tangannya (secara manual) dalam
memvisualisasikan suatu ide disebut Visualizer. Individu ini harus
mempunyai keahlian menggambar yang tinggi dalam berbagai gaya sesuai
dengan kebutuhan dari tim kreatifnya. Selain secara manual, visualiasi
ide tersebut juga dapat dilakukan dengan bantuan peralatan komputer dan
perangkat lunak. Individu yang mampu melakukan hal ini disebut sebagai
Graphic Designer. Seorang Graphic Designer harus mampu menangkap ide-ide
yang disampaikan tim kreatifnya dan menggunakan segala kemampuannya dan
penguasaannya atas perangkat komputer dan perangkat lunaknya untuk
menghasilkan karya grafis yang diharapkan oleh tim kreatifnya. Untuk
materi-materi yang akan membutuhkan proses lebih lanjut seperti iklan
televisi, maka hasil akhir dari departemen ini adalah gambar-gambar
visual yang akan digunakan sebagai patokan/bimbingan bagi penuntasan
proses selanjutnya oleh rumah produksi iklan televisi (dikenal dengan
istilah story-board). Seorang staf Studio Kreatif juga diharapkan
mempunyai pengetahuan mengenai pengaruh/psikologi warna, komposisi
disain, jenis-jenis huruf (font), efek cahaya, jenis-jenis media iklan
(jenis-jenis kertas, plastik dan bahan-bahan lainnya yang bisa menjadi
media iklan) dan dalam beberapa penugasan dibutuhkan pula keahlian dalam
memahami bentuk secara 3 dimensi. Satu catatan kecil yang Penulis ingin
sampaikan disini bahwa masih sering terjadi kesalah-pahaman di antara
pelamar pekerjaan ke biro iklan yang mencampur-adukan pemahaman antara
fungsi Pengarah Seni (Art Director) dengan Graphic Designer. Satu hal
yang membedakan secara nyata ke dua fungsi ini adalah bahwa seorang
Pengarah Seni tidaklah dituntut kemampuannya dalam menggambar secara
manual ataupun dalam penguasaan perangkat lunak yang berkaitan dengan
disain grafis. Seorang Pengarah Seni dituntut untuk lebih memfokuskan
daya pikirnya dalam penciptaan ide-ide yang orisinil dan kreatif.
2.Produksi Cetak dan Audio Visual Departemen ini bertanggung-jawab untuk
meneruskan proses kerja yang dilakukan di departemen Studi Kreatif
sampai suatu materi iklan benar-benar siap ditayangkan. Produksi Cetak
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan percetakan sehingga
menghasilkan materi-materi iklan cetak. Sedangkan Produksi Audio Visual
akan bekerja sama dengan rumah produksi iklan TV maupun rumah produksi
radio untuk menghasilkan iklan-iklan TV atau radio. Kunci keberhasilan
dari departemen ini dapat diukur dari beberapa kriteria berikut:
Kualitas yang tinggi Harga/biaya yang kompetitif Waktu penyelesaian yang
tepat waktu Untuk menunjang keberhasilannya, seorang Produser Cetak
harus menguasai dengan baik detil proses cetak (seperti jenis kertas,
jenis mesin cetak, pencampuran tinta warna dan lain-lain). Sedangkan
Produser Audio Visual harus menguasai proses kerja dalam suatu rumah
produksi, memahami fungsi alat-alat/teknologi yang digunakan rumah
produksi serta mempunyai wawasan yang luas sehingga mampu memilih
sutradara film iklan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh tim
kreatif. 3.Pencarian Model (Casting/Talent Department) Departemen ini
berfungsi untuk membantu tim kreatif dan tim Produksi Cetak dan Audio
Visual dalam menyediakan alternatif model iklan yang sesuai dengan ide
tim kreatif. Model ini dalam pengertian yang seluas-luasnya, dalam arti,
bisa saja model itu adalah sebagai seorang individu secara lengkap,
bisa pula hanya model untuk suatu bagian tubuh tertentu (model rambut,
model tangan, model kaki dan lain-lain), termasuk juga model suara.
Seorang pencari model yang handal akan mampu menerjemahkan ide-ide
kreatif dari tim kreatif dan memberikan saran-saran profesionalnya dalam
mencari model iklan yang sesuai. Ia juga harus mempunyai wawasan yang
luas dan mata yang ‘tajam’ dalam menemukan model iklan yang cocok.
Tidaklah selalu suatu model hanya dilihat dari kondisi fisiknya saja
karena karakter dan gaya/perilaku seseorang juga dapat mempengaruhi
apakah ia akan cocok ataukah tidak menjadi model suatu iklan. Pencari
model juga harus dibekali dengan kemampuan membujuk seseorang agar mau
menjadi model iklan. 4.Manajemen Proyek (Project Management) Departemen
ini berfungsi sebagai ‘pengawas’ (controller) atas berlangsungnya suatu
proses kerja perusahaan periklanan. Keberhasilan departemen ini akan
ditentukan oleh kriteria-kriteria berikut: Pekerjaan yang tepat waktu
(on-time) Anggaran/biaya yang tidak melebihi rencana awal (on-budget)
Kualitas yang tepat/sesuai dengan pesanan (on-quality) Untuk dapat
melakukan fungsinya dengan profesional, seorang staf Manajemen Proyek
harus memahami dengan sangat baik seluruh proses kerja di perusahaan
periklanan. Ia juga harus memahami kuantitas dan kualitas seluruh tenaga
kerja yang tersedia dan mampu mengatur dengan baik pembagian waktu
kerja serta beban kerja mereka. Mereka juga harus mampu bekerja dalam
tekanan yang tinggi, mengambil keputusan di saat-saat yang genting dan
selalu siap dengan alternatif pemecahan masalah, termasuk bila suatu
pekerjaan terpaksa harus diselesaikan oleh pihakpihak di luar perusahaan
periklanan (out-sourcing). 5.Departemen Lini Bawah (Below-The-Line
Department) Departemen ini akan sangat bervariasi dari satu biro iklan
ke biro iklan lainnya. Hal ini didorong oleh makin derasnya kebutuhan
akan promosi yang bersifat “lini bawah”. Promosi “lini atas” biasanya
dikaitkan dengan promosi melalui media-media yang konvensional; seperti
media cetak (koran, majalah, tabloid, billboard dan lain sebagainya),
media audio (radio), dan media audio visual (televisi, bioskop).
Pengembangan lebih detil dari fungsi ini akan tergantung dari orientasi
bisnis suatu perusahaan periklanan. Pengertian mengenai promosi ’lini
bawah’ inipun saat ini terus berkembang dengan pesat dan semakin luas
areanya. Beberapa contoh yang dapat diuraikan disini, misalnya: Events
Marketing: Bertugas untuk mencari bentuk-bentuk kegiatan (events) yang
dapat mendukung promosi suatu produk. Kegiatan itu bisa berupa:
pertunjukan musik, demo penggunaan suatu produk, lomba olahraga,
pameran, dan lain sebagainya. Retail Marketing: Bertugas untuk mencari
celah-celah media baru yang ada di area transaksi (retail area) untuk
menggugah minat konsumen. Contoh sederhananya antara lain: pemasangan
poster di dekat konter pembayaran, pemasangan materi-materi iklan di
suatu warung, pemasangan stiker promosi di lantai sautu toko, pemasangan
rak/lemari pajang khusus (booth) disuatu supermarket dan lain
sebagainya. Sponsored Program: Bertugas mencari kemungkinan suatu
promosi dapat ”ditempelkan” dalam bentuk mensponsori suatu kegiatan yang
sudah ada atau menciptakan suatu kegiatan/program khusus. Program yang
paling umum disponsori adalah film-film atau program di televisi ataupun
program di radio. Tapi kegiatan ini telah berkembang cukup jauh
sehingga saat ini bahkan suatu film bioskop-pun dapat disponsori oleh
suatu produk. Interactive & Direct Marketing: Dalam konteks ini,
Interactive Marketing/Promotion adalah suatu pendekatan dimana suatu
kegiatan dilakukan sedemikan rupa sehingga memunculkan interaksi antara
suatu produk dengan konsumennya secara langsung. Program-program promosi
interaktif ini paling sering ditemui di dunia maya melalui penampilan
web-site dari suatu produk atau kegiatan yang disponsori suatu produk
tertentu. Bentuk ini sebenarnya adalah pengembangan dari kegiatan
lapangan (events) yang mempertemukan suatu produk dengan konsumennya
pula. Direct Marketing/Promotion adalah suatu pendekatan pemasaran
ataupun promosi yang dilakukan dengan cara mengirimkan suatu pesan
khusus (bisa melalui kurir ataupun SMS/MMS) dan biasanya konsumen
sekaligus dapat melakukan pemesanan pembelian barang/jasa melalui pesan
khusus tersebut. 6.Riset Media (Media Research) Departemen ini sangat
erat berhubungan dengan fungsi Perencanaan Media. Fungsi mereka adalah
membantu Perencana Media dengan memberikan masukan-masukan mengenai
perilaku konsumen yang berkaitan dengan penggunaan media massa
(misalnya: seberapa sering seseorang membaca koran per minggunya, dimana
atau kapan mereka paling sering membaca koran dan lain sebagainya). Di
Indonesia, ada beberapa biro riset media independen yang datanya dapat
dibeli oleh biro iklan. Departemen ini dapat pula berfungsi untuk
melakukan pengolahan data-data riset dari biro riset media independen
itu untuk kemudian menyajikan hasil telaah/analisanya kepada Perencana
Media. 7.Jasa Terpadu (Central Service Division) Divisi ini merupakan
gabungan dari beberapa departemen penunjang yang bersifat umum (nyaris
selalu ada di perusahaan manapun juga). Dalam divisi ini terdapat antara
lain fungsi keuangan, pajak, akunting, bagian umum, personalia/SDM, dan
teknologi informasi yang Penulis rasa tidak perlu dijabarkan di sini.
Seperti dapat Anda baca di atas, sebenarnya cukup banyak posisi/fungsi
di perusahaan periklananyang tidak berkaitan langsung dengan suatu
bidang pendidikan tertentu. Dan sampai saat kinipun belum ada institusi
pendidikan yang mampu mencetak tenaga ahli periklanan secara umum dan
mampu memenuhi kebutuhan seluruh fungsi-fungsi di atas. Hal ini
berakibat perusahaan periklanan yang profesional akan menyediakan
program orientasi dan pelatihan agar individu-individu yang bekerja di
sana dapat secepatnya beradaptasi dengan pekerjaan-pekerjaan mereka.
Sedikit tambahan mengenai gambaran umum ciri-ciri pekerjaan yang ada
pada perusahaan periklanan: a. Variasi pekerjaan yang kompleks b.
Dinamika perubahan yang cepat Perubahan dari sisi klien Perubahan dari
sisi internal perusahaan periklanan Perubahan dari sisi mitra kerja
lainnya c. Tenggat waktu pekerjaan yang singkat d. Bekerja dalam tim dan
menghadapi berbagai jenis kepribadian e. Lingkungan sosial yang relatif
informal f. Struktur organisasi cenderung datar dan matriks g.
Kebutuhan akan pengetahuan yang luas (tingkat intelektual yang tinggi)
h. Tingginya tingkat keluar-masuk karyawan (employee turn-over rate) i.
Karyawan relatif berusia muda (rata-rata 30-32 tahun) j. Tantangan untuk
selalu memunculkan ide-ide kreatif Setiap jenis perusahaan dan
pekerjaan akan membutuhkan individu dengan karakter dan kemampuan yang
berbeda pula. Beberapa karakter individu yang dapat menunjang
keberhasilan dalam karir Anda di suatu perusahaan periklanan adalah: 1.
Kreatifitas (Creativity): Kreatifitas adalah inti kehidupan dari suatu
perusahaan periklanan perusahaan periklanan. Jiwa kreatifitas harus
mengalir di seluruh departemen dan di seluruh perusahaan periklanan,
bukan hanya kewajiban dari tim/departemen kreatif saja. 2. Semangat dan
Kecintaan Terhadap Pekerjaan (Passionate): Kreatifitas yang maksimum
hanya dapat muncul bila ada semangat kerja untuk selalu mencapai yang
terbaik dan menimbulkan kekaguman bagi semua pihak. 3. Berani Mengambil
Resiko (Risk Taking): Resiko gagal adalah sesuatu yang wajar dalam
proses kreatifitas dan inovasi. Perusahaan periklanan akan menghargai
pengambilan resiko yang berhasil (tanpa harus memberikan `hukuman` atas
ide kreatif yang gagal). 4. Dorongan & Kepercayaan (Empowerment
& Trust): Menghargai tiap kontribusi dari tiap individu untuk
membangun suasana kerja yang saling percaya hingga karyawan memunculkan
seluruh pontensi-potensi mereka semaksimal mungkin. 5. Proaktif
(Proactive): Individu yang proaktif adalah inti suatu tim yang mampu
berprestasi maksimal untuk menciptakan ide-ide yang mengagumkan.
perusahaan periklanan mendukung dan mendorong karyawannya untuk
melakukan inisiatif dan bertanggung-jawab penuh dalam menciptakan dan
mendukung ide-ide yang cemerlang tersebut. 6. Ceria (Fun): Suasana kerja
yang menyenangkan dibutuhkan untuk merangsang dan terus menjaga tingkat
enerji dan kreatifitas yang tinggi sehingga perlu diciptakan suasana
yang menyenangkan bagi semua orang dengan tetap menjaga rasa saling
menghargai satu sama lain.
PERANCANGAN IKLAN
By: Pranti Sayekti
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata iklan atau periklanan sudah tidak asing lagi didengar dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut William Wells, periklanan adalah bentuk komunikasi
non-
personal dengan biaya tertentu dari sponsor yang sudah
teridentifikasi melalui media massa untuk merayu atau mempengaruhi
konsumen/pasar, sedangkan iklan adalah bagian dari bauran promosi (
Promotions Mix) dimana promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran (
Marketing Mix).
Secara sederhana iklan dapat didefinisikan sebagai pesan yang
menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu
media, lalu keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan disebut sebagai
periklanan.
Sebelum Guttenberg menemukan mesin cetak pada tahun 1450, iklan sudah
dikenal oleh manusia dalam bentuk pesan berantai. Pada masa tersebut,
masyarakat belum mengenal huruf, dan sistem perdagangan mereka masih
menggunakan sistem barter. Pesan berantai tersebut berperan pada saat
berdagang dan membantu kelancaran jual beli pada jaman tersebut. Dalam
dunia pemasaran, pesan berantai tersebut terkenal dengan sebutan “
World of Mouth”. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan periklanan sebenarnya sudah berlangsung sejak jaman dulu.
Jika pada awalnya iklan pertama yang dikenal adalah iklan dalam bentuk
lisan, maka seiring dengan perkembangan jaman dimana manusia sudah
mengenal huruf, menyebabkan tulisan menjadi alat penyampaian pesan
termasuk dalam penyampaian iklan. Pada titik ini, iklan yang ada sudah
dapat disimpan dan dibaca secara berulang-ulang. Media yang digunakan
dalam penyampaian iklan juga ikut berkembang seiring dengan perkembangan
jaman tersebut, yang ditandai dengan bentuk iklan mulai berkembang
menjadi
relief-relief yang diukir pada dinding.
Setelah sistem percetakan ditemukan oleh Guttenberg pada tahun 1450,
mulailah bermunculan sejumlah surat kabar mingguan dan pada saat itu
iklan semakin dimanfaatkan untuk kepentingan komersial. Sampai saat ini
pun kita masih bisa melihat perkembangan iklan yang sangat pesat,
terutama dalam hal media yang digunakan.
2
Pada jaman sekarang ini iklan telah memasuki seluruh bagian kehidupan
manusia, hal ini dapat dilihat dari munculnya iklan-iklan di televisi,
billboard di
sepanjang jalan, bahkan kaos, topi, celana yang dipakai banyak orang
telah menjadi sasaran media iklan. Perkembangan teknologi merupakan
salah satu hal yang mendukung perkembangan kegiatan periklanan dan juga
perkembangan media-media yang digunakan untuk kegiatan periklanan
tersebut. Kebutuhan akan suatu kegiatan periklanan juga dirasakan
semakin meningkat, dapat dikatakan setiap kegiatan bisnis yang ada
memerlukan adanya suatu aktivitas periklanan. Hal ini mengakibatkan
makin banyak bermunculannya biro-biro periklanan, dan hal ini juga
terjadi di Indonesia.
Sebuah biro iklan berperan mempertemukan kepentingan pengiklan dengan
media. Peranan utama biro iklan sebenarnya adalah membeli waktu
dan/atau ruang media. Dengan demikian, suatu biro iklan berhubungan
dengan pengiklan di satu pihak, dan satu atau beberapa media di pihak
lain. Selain itu sebuah biro iklan memiliki peranan untuk memberikan
jawaban-jawaban atas permasalahan yang akan disebutkan dibawah ini serta
melaksanakannya:
1.
What (
positioning), apa yang ditawarkan dari produk yang diiklankan, atau
produk tersebut ingin dijual sebagai apa.
2.
Who (segmen konsumen), siapa yang cocok untuk dijadikan sasaran pasar
dilihat dari segi demografi dan psikografi.
3.
How (kreativitas), bagaimana membujuk calon pembeli agar tertarik,
menyukai dan loyal.
4.
Where (media dan kegiatan), di mana saja daerah pasar yang perlu digarap,
serta media dan kegiatan apa yang cocok untuk daerah tersebut.
5.
When (penjadwalan), kapan kegiatan tersebut dilaksanakan dan akan
memerlukan waktu berapa lama.
6.
How Much (anggaran), seberapa jauh intensitas kampanye atau berapa
banyak dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan tersebut.
Untuk lebih dapat memahami tentang periklanan dan biro iklan yang ada di
Indonesia, ada baiknya kita memahami lebih jauh mengenai sejarah periklanan di Indonesia.
Khasali, Rhenald.
Manajemen Periklanan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1992. hal. 24
3
1.1.1. Sejarah Periklanan Indonesia
Perkembangan industri periklanan di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh-
pengaruh dari masa pendudukan Belanda dan Jepang, sehingga sejarah awal
periklanan di Indonesia memiliki kaitan yang sangat erat dengan perkembangan
kegiatan periklanan yang dilakukan oleh Hindia Belanda. Bahkan jika berbicara
mengenai perkembangan industri periklanan, maka hal tersebut tidak
dapat terlepas dari perkembangan industri pers dan percetakan yang ada
pada saat itu. Pada periode 1917-1942 pertumbuhan ketiga industri
tersebut saling berkaitan erat, dan pada kurun waktu tersebut banyak
ditemukan percetakan yang juga merangkap sebagai penerbit surat kabar,
sehingga banyak pesanan pemasangan iklan yang justru dikirim langsung ke
percetakan.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai sejarah periklanan di Indonesia,
maka pembahasan ini akan dibedakan menjadi dua, yakni pembahasan
mengenai perkembangan iklan itu sendiri (yang dimaksud di sini adalah
perkembangan jenis-jenis iklan yang ada di Indonesia), dan pembahasan
mengenai perkembangan industri periklanan di Indonesia.
Pembahasan periklanan di Indonesia sendiri dibagi menjadi 5 kurun waktu,
yakni pada awal periklanan Indonesia (masa pendudukan Belanda,
1744-1930), masa pera-pendudukan Jepang (1930-1942), periode pendudukan
Jepang (1942), masa awal kemerdekaan (1954-1950), dan periode tahun
1950-1972.
1.1.1.1. Awal periklanan Indonesia (masa pendudukan Belanda, 1744-1930)
Seiring dengan pertumbuhan industri perdagangan pada kurun waktu tersebut,
adapun macam-macam iklan yang terbentuk, diantaranya:
a. Iklan pertama di Hindia Belanda
Iklan pertama di Hindia Belanda muncul pada bulan Agustus pada tahun
1744, bersamaan dengan surat kabar pertama, yaitu
Bataviasche Nouvelles di
Batavia (Jakarta). Surat kabar ini dapat dikatakan merupakan surat kabar
pemerintahan Hindia Belanda, karena ia diterbitkan dan dicetak oleh
Vereenigde Oost Compagnie (VOC). Dimana pada kenyataannya hampir
seluruh halaman surat kabar tersebut dipenuhi dengan iklan.
4
Perintis tumbuhnya iklan di Hindia Belanda adalah Jan Pieterzoen Coen.
Dia pendiri Batavia dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1619-1629.
Hal ini berkaitan dengan berita yang ia kirimkan kepada pemerintah setempat
di Ambon dengan judul
Memorie De Nouvelles, yang mana salinannya ditulis
dengan tulisan tangan yang indah (Silografi) pada tahun 1621. Penulisan
berita dengan tulisan yangan yang indah ini berkaitan erat dengan keberadaan
Belanda yang sejak abad ke-16 merupakan pusat penulisan silografi atau
tulisan indah.
Dilihat dari fungsi dan bentuknya, lembaran berita yang dikirimkan
tersebut bersifat informasi pemerintah yang komersial dan memang berita
tersebut dikirimkan berkaitan dengan adanya persaingan antara pemerintah
Hindia Belanda dengan Portugis, yang sedang bermasalah dalam perebutan
hasil rempah-rempah dari kepulauan Ambon. Jan Pieterzoen Coen dapat
dikatakan “menulis” iklan yang isinya ditujukan untuk melawan aktivitas
perdagangan oleh Portugis. Iklan yang ditulis oleh Jan Pieterzoen Coen
tersebut akhirnya diterbitkan kembali dalam surat kabar Batavia Nouvelles
pada tanggal 17 Agustus 1744 (lebih dari satu abad setelah beliau meninggal).
Batavia Nouvelles merupakan surat kabar pertama di Hindia Belanda, dan
dengan demikian, iklan yang dimuatnya pun merupakan iklan pertama di
Hindia Belanda (yang berperan dalam memediakan kembali iklan tersebut di
Hindia Belanda adalah karyawan sekretariat dari kantor Gubernur Jenderal
Imhoff, Jourdans).
b. Iklan buku pertama
Iklan buku pertama ini muncul berkaitan dengan sejarah perkembangan
percetakan buku di Hindia Belanda. Perusahaan percetakan buku yang
dikelola oleh swasta dimulai tahun 1839 dipelopori oleh Cijveer & Company.
Perusahaan ini banyak mengalami pergantian nama dan mengalami banyak
perpindahan tangan, dan hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam
pemasarannya yang terus-menerus. Faktor utamanya karena mereka tidak
dapat memanfaatkan periklanan akibat adanya larangan keras dari pemerintah
Cakram edisi khusus, 100 Persen Indonesia 2003. hal. 34.
5
kolonial, dan baru ketika perusahaan ini dipegang oleh Bruyning Wijt,
kemajuan mulai terjadi. Kesuksesan ini dikarenakan buku-buku mereka yang
mulai dipublikasikan melalui iklan-iklan di surat kabar dan pada saat itulah
muncul iklan buku.
c. Iklan media massa pertama
Pemanfaatan iklan untuk menunjang pemasaran juga sudah lama dikenal
oleh para pengelola surat kabar. Surat kabar yang pertama kali memuat iklan-
iklan produk adalah Tjahaja Siang (Cahaya Siang), terbit di Minahasa pada
tahun 1825. Surat kabar ini mengiklankan produk obat-obatan tradisional.
Tjahaja Siang adalah surat kabar pribumi yang pertama kali memanfaatkan
iklan sebagai penunjang pemsaran, dan iklannya disebarluaskan hingga ke
Eropa. Kemudian disusul oleh
Soerabaja Advertentie Blad, yang terbit
pertama kali pada tahun 1836 di Surabaya. Surat kabar Bientang Timoor,
Surabaya, bahkan telah menggunakan iklan untuk meluncurkan produknya,
dan dalam penerbitan pertamanya, surat kabar ini telah memuat iklan. Surat
kabar lain yang juga telah memuat iklan adalam nomor perdananya adalah
surat kabar Bromatani yang terbit pada tahun 1872 dengan menggunakan
bahasa melayu.
d. Iklan dalam bentuk brosur/
leaflet/
booklet
Sekitar tahun 1870-an, nampak adanya peningkatan kreatifitas dalam
penanganan visual dan keragaman pesan iklan. Bahkan perkembangan yang
ada pada saat itu ternyata menumbuhkan kebutuhan baru, yakni berupa
pembentukan lembaga-lembaga penelitian untuk mengembangkan dan
mengakumulasi modal swasta yang pada saat itu banyak merambah ke sektor
perkebunan dan pertambangan. Asosiasi ini juga bertugas sebagai lembaga
penelitian yang sekaligus memproduksi brosur-brosur yang digunakan
sebagai wahana informasi dan promosi agar pada calon penanam modal di
perusahaan perkebunan mereka mengetahui seberapa jauh rentabilitas
investasi mereka. (misalnya:
Javaasche Bank yang menggunakan barang-
barang cetakan untuk mengundang modal asing ke Hindia Belanda). Brosur
6
dan
booklet perkenalan mereka umumnya dicetak di percetakan
G.C.T van
Dorp & Co., yang berlokasi di Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Dalam sebuah buku dengan judul “Iklan Surat Kabar” yang ditulis oleh
Bejo Riyanto sempat dibahas mengenai penyebab peningkatan dan adanya
perbaikan dalam hal kreatifitas yang terjadi pada masa tersebut. Dalam buku
tersebut disebutkan bahwa ada dua faktor penyebab, yakni faktor eksternal
dan internal daripada industri pers maupun periklanan itu sendiri
- Faktor Eksternal
Seperti yang telah disinggung di atas, yang pertama adalah karena
terbentuknya peluang investasi modal swasta secara langsung dalam
bidang industri periklanan dan perdagangan di Jawa. Pada saat itu
kebijaksanaan politik liberalisasi perekonomian dan pemerintahan Hindia
Belanda telah menarik arus masuk imigran kulit Eropa yang cukup besar
untuk tinggal dan menetap di kota-kota besar di Pulau Jawa.
Faktor kedua adalah pertumbuhan perekonomian masyarakat pribumi
dan industrialisasi melahirkan sejumlah produk yang memerlukan
kegiatan pemasaran. Pertumbuhan perekonomian ini juga memungkinkan
terbentuknya suatu masyarakat konsumen yang potensial untuk
pemasaran produk industri dan jasa moderen di Pulau Jawa. Dari segi
politik, adanya “Politik Etis” pemerintah yang melahirkan lapisan terdidik
dari masyarakat pribumi, dalam bentuk priyayi terpelajar, professional,
dan birokrat. Lapisan ini akhirnya menjadi lapisan konsumen moderen
yang potensial untuk pemasaran produk yang berurusan dengan gaya
hidup seperti buku, parfum, minuman keras, hingga cerutu.
- Faktor Internal
Industri pers sendiri juga telah berkembang dan mampu
mendistribusikan surat kabar secara luas hingga ke luar Pulau Jawa.
Teknologi percetakan pun semakin baik, dan industri pers pun
berkembang ke banyak kota besar di nusantara. Bahasa pengantar yang
digunakan juga telah disesuaikan dengan khalayak sasaran penerbitan.
Bahasa pengantar yang digunakan antara lain: Bahasa Cina, Melayu, Jawa,
dan Sunda. Telah disinggung di atas bahwa perkembangan industri
7
periklanan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan industri pers, bahkan
dapat dikatakan bahwa untuk menjaga kelangsungan hidupnya, penerbitan
pers membutuhkan dukungan dari iklan. Sebaliknya, hal ini menimbulkan
peluang bisnis tersendiri, maka pada masa itu muncul industri jasa
periklanan yang dikelola dengan lebih baik. Sejumlah perusahaan
periklanan moderen pun bermunculan seperti
Albrecht & co., N.V
Algemen Reclame Bereau Excelsior, dan sebagainya.
e. Iklan kantor tenaga kerja
Munculnya iklan tenaga kerja, banyak dipengaruhi pleh masuknya modal
swasta di sektor perkebunan. Pada tahun 1902, iklan jenis ini muncul di
berbagai surat kabar, antara lain: Sumatra Post, dan Deli Courant di Sumatra
Timur (sekarang Riau), yang merupakan daerah perkebunan utama pada masa
itu.
f. Iklan produk industri
Masuknya produk-produk industri baru ke Hindia Belanda mendorong
produsennya untuk ikut beriklan. Salah satu produk yang diiklankan pada saat
itu adalah produk lampu penerangan yang tidak menggunakan listrik, dimana
produk ini termasuk teknologi terbaru pada saat itu. Iklan ini sudah mulai
dibuat oleh perusahaan periklanan dan dimunculkan si surat kabar
Reclame
en Reproductie. Istilah, frasa, dan gaya bahasanya yang digunakan dalam
iklan-iklan tersebut juga sudah terasa berbeda.
Dengan mulai terlibatnya perusahaan periklanan dalam membuat suatu
iklan pada masa itu mulai mengandung unsur persuasi yang kuat dengan
memberikan janji bahwa produk yang ditawarkan merupakan produk yang
kualitasnya paling baik dengan harga yang paling murah.
g. Iklan tentang perusahaan periklanan.
Dengan banyaknya perusahaan periklanan yang bermunculan pada abad
20, salah satu perusahaan periklanan yang cukup besar saat itu yakni
N.V.
Algemen Reclame Bureau Excelsior tercatat sebagai perusahaan
8
yang pertama yang mengiklankan dirinya sendiri. Teks iklan mereka berusaha
menunjukkan bahwa mereka pun telah berupaya untuk ikut menegakkan etika
periklanan.
Excelsior, banyak merancang iklan untuk hotel, diantaranya Hotel
Wilhemina dan Homann, yang merupakan dua hotel terbesar di Bandung,
sedangkan produk-produk lain yang mereka tangani adalah produk otomotif
seperti Peugeot Motor dan General Motors. Memasang iklan melalui
Excelsior cukup mahal, tetapi pada saat itu memang belum ada pemisahan
biaya untuk memproduksi materi iklan dengan biaya pemasangannya di
media-media, karena itu, untuk iklan
display (bergambar dan besar) yang
umumnya memang dibuat menarik dan sangat artistic, mereka berani
memasang tarif lebih tinggi.
Antara periode tahun 1900-1928 belum ditemui artikel atau tulisan yang
membahas tentang peran dan fungsi iklan yang sebenarnya. Pada masa itu,
iklan semata-mata dimanfaatkan untuk menjual produk oleh para produsen,
dan untuk menunjang kehidupan surat kabar. Terlepas dari itu, pada periode
tahun 1920-an sampai 1930-an, terlihat juga adanya kecenderungan iklan-
iklan yang menggunakan model, terutama perempuan. Meskipun banyak di
antara produk-produk yang diiklankan tersebut tidak selalu ditujukan untuk
perempuan.
1.1.1.2. Masa Pra-Pendudukan Jepang (1930-1942)
Pada masa ini, adapun jenis-jenis iklan yang muncul, antara lain:
a. Iklan jenis baru
Pada tahun 1930, bermunculan beberapa jenis iklan baru, antara lain:
iklan pernikahan, kematian, dan iklan perjalanan (
travel). Khusus untuk iklan
perjalanan ini, menawarkan tur keliling dunia dari perusahaan jasa periklanan
Java-China-Japan Lijn N.V.
b. Iklan dengan unsur berita
Pada tahun 1932an mulai ditemui unsur
news atau berita pada teks iklan.
Iklan jenis ini dikeluarkan oleh perusahaan periklanan Liem Eng Tjiang & Co.
Berikut ini adalah bunyi teks iklannya:
9
Sekarang Soedah Sedia!!!
Obat penoeloeng boeat sakit panas atau demem. Jatioe: Obat Tjap Panah.
Harganja satoe boengkoes tjoema f.0,05 (lima cent). Boeat di loewar searang
pesenan paling sedikit 20 boengkoes. Lain ongkos kirim, pesenan terkirim
dengan rembours. Boleh dapat beli atau pesen pada: tan Giok Djiang,
Kranggan, Semarang.
c. Iklan promosi penjualan
Pada saat itu ada juga produk yang pada dasarnya adalah konsumsi
masyarakat Eropa, namun sejak awal abad ke-20 dikonsumsi juga oleh
masyarakat pribumi, salah satunya adalah bir. Iklan-iklan bir pada saat itu
adalah iklan bir hitam serimpi, dan berhadiah tunai f.500,- untuk setiap
pembelian tiga botol. Teks iklan promosi kepada konsumen tersebut cukup
panjang, karena pada iklan tersebut memang perlu menjelaskan mekanisme
keikutsertaannya. Seperti juga iklan promosi penjualan pada jaman modern,
iklan promosi serimpi juga mengkaitkan hadiah dengan pembelian barang.
Hal ini kemungkinan didorong oleh ketatnya persaingan, karena pada masa
itu, diperkirakan terdapat 10 perusahaan bir. Mekanisme pelaksanaannya
kemungkinan besar mengikuti pola penarikan undian (lotere) yang mulai
berkembang di Hindia pada tahun 1020-an. Iklan promosi serimpi tersebut
ternyata sangat sukses, sebagaimana tertulis dalam
Economic Weekblad.
d. Iklan dialog dalam media cetak
Meskipun pada saat itu tidak tersedia media auditif atau audio visual, para
perancang iklan tetap memiliki tingkat kekreatifitasan yang tinggi. Hal ini
terbukti dengan munculnya iklan dengan format yang dialogis. Iklan cetak
dalam format dialog ternyata berkembang di Indonesia pada tahun 1930-an.
Jenis iklan ini sebenarnya sudah digunakan di Eropa pada awal abad ke-19,
terutama untuk mengiklankan produk obat-obatan oleh perusahaan-
perusahaan periklanan di Inggris.
Kurangnya bacaan dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
Indonesia di masa tahun 1930-an, juga tercermin dari terbatasnya khasanah
10
kata yang digunakan iklan-iklan. Kebanyakan iklan menggunakan istilah-
istilah yang sama. Pada tahun 1930-an itu juga berkembang tuntutan klien
pada perusahaan periklanan untuk menciptakan pesan-pesan iklan yang lebih
terfokus dan efisien. Dalam pengertian, para perusahaan dituntut untuk
menyederhanakan iklan-iklan yang mereka ciptakan. Baik itu dalam bentuk
verbal maupun yang menggunakan ilustrasi.
Jika diperhatikan, iklan-iklan pada masa itu cenderung menampilkan tiga
aspek penting yang tetap relevan sampai sekarang, yaitu:
- Periklanan saat itu sudah dituntut untuk memilih kata-kata yang
sederhana dan langsung sehingga maknanya dapat lebih cepat diterima
oleh calon konsumennya.
- Kata-kata yang dipilih harus memiliki kaitan dengan produk yang
ditawarkan.
- Iklan harus mampu secara cepat diidentifikasikan oleh khalayak
sasarannya sebagai produk yang khusus untuk mereka.
1.1.1.3. Periode Awal Pendudukan Jepang (1942)
Invasi Jepang ke Indonesia mengakibatkan terhentinya laju industri
periklanan Indonesia yang sebelumnya dikelola secara relatif
profesional. Bahkan segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas
ekonomi masyarakat, dialihkan ke ekonomi untuk pemerintah, atau ekonomi
perang. Kebijaksanaan ekonomi ini bertumpu pada prioritas pembangunan
jalan raya, kereta api, dan pemindahan
romusha (pekerja paksa).
Kampanye-kampanye periklanan yang semula bertujuan untuk komersial,
berubah menjadi propaganda politik, atau untuk mendukung kepentingan
militer Jepang. Oleh karena itu, jenis-jenis iklan pada jaman Jepang
terbatas pada produk-produk skala kecil.
Pada periode ini, iklan-iklan yang masih bertahan pada masa pendudukan
Jepang ini adalah iklan-iklan perusahaan batik, rokok kretek, alat
tulis, percetakan, dan bidang profesi seperti dokter atau medis lainnya.
Sedangkan perusahaan-perusahaan besar (utamanya perkebunan dan mobil)
yang berkembang pada masa Belanda, mengalami kehancuran pada saat
pendudukan Jepang ini.
11
Masa-masa awal pendudukan Jepang juga ditandai dengan banyaknya iklan
untuk mencari tenaga kerja. Pada masa itu, banyak dibuka
kantor-kantor Jepang yang membutuhkan tenaga profesional untuk mendukung
teknik-teknik propaganda moderen mereka. Keterampilan-keterampilan yang
banyak dibutuhkan pada saat itu antara lain seperti bahasa, steno,
mengetik, akuntansi, dan korenpondensi. Situasi inilah yang
mengakibatkan banyaknya bermunculan iklan-iklan yang menawarkan jasa
kursus-kursus kilat. Iklan-iklan lainnya yang cukup mendominasi
surat-surat kabar pada saat itu adalah iklan bioskop yang banyak
menayangkan film-film Jepang, seperti
Sekai Tsugu dan
Yukino Shigun.
Jika dibandingkan dengan periklanan pada jaman Hindia Belanda, iklan-iklan
pada masa pendudukan Jepang cenderung lebih sederhana. Kebanyakan
menggunakan pesan verbal tanpa gambar. Hal ini mungkin merupakan
dampak lain dari kebijaksanaan politik Jepang yang lebih mementingkan
industri-industri alat perang serta yang langsung untuk kepentingan
tanah airnya sendiri. Meskipun demikian, banyak kasus yang membuktikan
bahwa Jepang mempergunakan iklan sebagai alat propaganda dan sarana
untuk melakukan invasi kebudayaan.
1.1.1.4. Masa Awal Kemerdekaan (1945)
Jenis-jenis iklan yang muncul pada masa ini antara lain:
a. Iklan Layanan Masyarakat
Pada masa ini, keadaan situasi ekonomi maupun periklanan mulai
mengalami perbaikan dan kembali seperti pada masa pra pendudukan Jepang.
Beberapa iklan pertama yang bermunculan di surat kabar adalah iklan yang
memuat himbauan untuk penghimpunan dana bagi berbagai kebutuhan
mendesak pada masa pasca kemerdekaan. Dana yang dihimpun dari iklan-
iklan ini umumnya dimaksudkan untuk membantu tiga hal penting, yaitu:
- Melanjutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
- Pembangunan atau perbaikan sekolah.
Iklan-iklan tersebut tercatat sebagai jenis iklan-iklan layanan masyarakat
pertama dalam Sejarah periklanan Indonesia. Perjuangan memenangkan
perang sebagai pemicu lahirnya layanan masyarakat di Indonesia itu, ternyata
12
memiliki kesamaan dengan yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada
tahun 1939. Selain iklan-iklan untuk penghimpunan dana, di Indonesia
saat itu juga ada iklan-iklan yang menawarkan jasa perbaikan radio dan
alat-alat kantor.
Karena pada saat itu banyak sekali barang-barang yang rusak akibat
peperangan atau perebutan kembali oleh anggota masyarakat terhadap
barang-barang yang dikuasai anggota tentara Jepang.
Pada masa itu iklan produk yang ada hanya iklan yang menawarkan
bahan kebutuhan pokok masyarakat, seperti kain dan sabun. Penggarapan
pesannya pun masih banyak yang dipengaruhi pola pada masa pendudukan
Jepang, yang hanya memanfaatkan unsur verbal, dan kurang memikirkan
aspek persuasinya.
b. Iklan Keluarga
Pada masa awal kemerdekaan tersebut, periklanan Indonesia juga ditandai
dengan banyaknya iklan ucapan belasungkawa atau ucapan terima kasih dari
keluarga yang kehilangan sanak keluarganya. Jika dilihat dari sisi lain,
banyaknya iklan belasungkawa ini juga telah ikut mengangkat solidaritas
rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan.
c. Iklan Ekonomisasi
Meskipun mulai ada perbaikan di bidang ekonomi dan periklanan, tetapi
pada masa itu situasi perekonomian masih dirasakan sulit. Fenomena ini
menyebabkan banyaknya iklan yang menawarkan ekonomisasi dalam
pembelanjaan ataupun kehidupan sehari-hari masyarakat. Salah satu iklan
yang menawarkan ekonomisasi adalah iklan-iklan dari penjahit dan kursus,
dan ternyata iklan-iklan ini menjadi awal dari bangkitnya kembali iklan-iklan
komersial di Indonesia.
Pemicu banyaknya iklan-iklan dari jasa penjahitan ini adalah adanya
kebutuhan mendesak pada anggota laskar Indonesia. Pada penjahit ini aktif
memasang iklan dan dengan sendirinya ikut pula menghimpun sumbangan
untuk setiap iklan yang dimuat sebagai “dana kemerdekaan”. Menyusul
13
setelah iklan-iklan jahit-menjahit itu, mulai muncul iklan produk-produk baru,
seperti minyak goreng, bir kalengan, dan papan tripleks. Produk-produk
tersebut utamanya banyak terlihat pada saat setelah tercapainya kesepakatan
antara Indonesia dan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar.
1.1.1.5. Periode Tahun 1950-1972
Tahun 1953 ditandai dengan gencarnya iklan obat-obatan yang diproduksi
oleh biro-biro iklan nasional. Banyaknya iklan obat-obatan ini,
tampaknya kurang diikuti dengan rasa tanggung jawab yang seimbang oleh
sebagian anggota masyarakat periklanan pada saat itu. Bahkan banyak pula
di antara obat-obatan yang beredar dan yang diiklankan masih diragukan
manfaat dan keselamatannya bagi konsumen. Keadaan itu akhirnya memaksa
pada praktisi periklanan yang dimotori Serikat Perusahaan Surat kabar
(SPS) untuk mengusulkan dilakukannya penertiban.
Maka pada tahun 1954, kementerian kesehatan mengeluarkan dua ketentuan, yaitu:
a. Semua obat-obatan harus diteliti dulu keselamatan dan kemanfaatannya
sebelum dapat dijual di Indonesia.
b. Bahwa iklan obat-obatan harus menerangkan isi dan manfaat yang sesuai
dengan yang telah disahkan oleh kementerian kesehatan.
Pada saat itu terdapat kelompok pengiklan yang dikenal sebagai istilah
The
Big Five. Salah satunya adalah
NV Borsumij (
Borneo Sumatra Handel Maatschappij).
Perusahaan ini bukan saja banyak menguasai ekspor-impor produk-produk
industri, namun juga mempunyai kantor-kantor cabang hampir di semua
kota besar di Indonesia, bahkan kota-kota besar di Asia, Australia,
Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat. Sebagai perusahaan yang banyak
terlibat dalam distribusi barang, iklan-iklan perusahaan ini tentu saja
banyak menonjolkan luasnya jaringan distribusi atau kantor cabang dan
perwakilannya.
Periode ini juga ditandai dengan mulai munculnya Korporat (
corporate
advertising), yaitu iklan yang dibuat secara bersama-sama
oleh beberapa perusahaan dan setiap perusahaan membayar menurut besarnya
ruang yang mereka gunakan masing-masing. Tidak jelas mengapa muncul
kecenderungan meningkatnya iklan-iklan jenis ini. Kemungkinan,
iklan-iklan ini digunakan juga untuk menunjukkan kepada masyarakat umum
terhadap besar dan bonafiditas perusahaan mereka, atau
14
sesuatu kelompok usaha. Pada masa ini tidak banyak iklan berwarna
yang muncul di media cetak. Kalaupun ada, hal tersebut tidak digunakan
untuk memperoleh tambahan dampak atau meningkatkan tingkat perhatian
pembaca, tetapi lebih sering digunakan sekedar unsur dekorasi.
Pemuatannya pun hanya untuk memeriahkan atau merayakan suatu peristiwa
penting. Pengenaan tarif iklan sudah menggunakan standar
milimeter-kolom, namun iklan-iklan berwarna di majalah baru tersedia
untuk halaman-halaman sampul saja.
Juga nampak adanya kemonotonan dalam hal kekreatifitasan, khususnya
dalam hal penulisan naskahnya. Sebagian besar rancangan produk iklan
dalam negeri bertema “anjuran memakai” yang monoton, kata-kata “pakailah
selalu” senantiasa digunakan dalam setiap teks iklan, lalu struktur
verbal iklan yang masih tetap dipengaruhi oleh iklan-iklan jaman
kolonial. Bahkan mereka pun masih banyak menggunakan istilah-istilah
dari bahasa Belanda seperti
Te Huur(sewa),
Barber (cukur rambut),
Restaurant, atau
Te Koop(dijual). Kata-kata ini memang sering dijumpai dan diucapkan di radio, atau tertulis dalam kolom-kolom media cetak.
Meskipun demikian perusahaan-perusahaan besar sudah mulai berani
menggunakan sedikit teks, dan sekaligus menyadari pentingnya khalayak sasaran untuk mengenal
logotype (ciri
logo) produk-produk mereka. Sayangnya berbeda dengan teori periklanan,
banyak produk ataupun merek baru yang tidak menyatakan pembaharuan yang
mereka lakukan dalam iklan-iklan mereka. Selain itu, nuansa yang
tercipta dari iklan-iklan tersebut hampir seluruhnya hanya untuk tujuan
penjualan semata.
Kepopuleran penggunaan logo sebagai indentitas suatu produk atau merek,
memberikan bisnis baru bagi perusahaan periklanan. Jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan menjadi bertambah, yakni memberikan jasa untuk perancangan
logo yang sesuai dengan jenis, kepribadian, dan citra yang ingin
dikembangkan dari masing-masing produk tersebut. Beberapa perusahaan
bahkan meminta perusahaan periklanan untuk juga menguruskan nomor
pendaftaran (
gedeponeerd) merek atau logo baru dari produk mereka tersebut di kantor Pendaftaran Merk Dagang.
Permasalahan yang muncul sehubungan dengan mulai populer penggunaan
logo, disebabkan oleh tidak seimbangnnya kesadaran para pengusaha untuk
memasyarakatkan logo tersebut melalui iklan. Situasi ini membawa dampak di
15
bidang hukum, karena ternyata pada saat itu banyak bermunculan
logo-logo yang mirip satu sama lain. Akibatnya banyak perusahaan yang
merasa perlu untuk memasang iklan yang bersifat pengaduan ataupun
iklan-iklan yang memuat informasi yang menjelaskan perbedaan logo milik
perusahaannya dengan logo perusahaan lainnya. Beberapa di antara
perusahaan-perusahaan yang memiliki logo yang mirip dan bahkan yang
telah memuat iklan pengumuman ternyata sama-sama belum terdaftar.
1.1.2. Perkembangan Industri periklanan di Indonesia
Seperti yang pernah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa
perkembangan periklanan tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan
surat kabar dan usaha percetakan. Bahkan pada awal periklanan di
Indonesia, iklan-iklan pertama yang bermunculan dibuat oleh pihak
penerbitan surat kabar dan bukan dibuat oleh suatu perusahaan
periklanan.
Awal abad ke-20 ditandai dengan mulai bermunculannya perusahaan
periklanan. Pada umumnya, mereka baru memasuki tahapan sebagai
kolportir iklan untuk surat kabar. Beberapa dari perusahaan tersebut
bahkan
mengiklankan pelayanan yang mereka tawarkan lengkap dengan daftar
harga untuk pemasangan iklan di masing-masing surat kabar.
Bermunculannnya perusahaan periklanan tersebut ternyata makin mendorong
perkembangan surat kabar. Seperti yang sempat dibahas dalam perkembangan
periklanan, bahwa pada masa ini telah tampak keterlibatan dari
perusahaan periklanan dalam pembuatan iklan yang mengakibatkan adanya
perbedaan antara istilah, frasam dan juga gaya bahasanya yang digunakan.
Hal ini tampaknya menandakan bahwa pola perdagangan dan metode
pemasaran di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 itu telah dipengaruhi
oleh perusahaan periklanan tersebut. Perkembangan ini menunjukkan bahwa
Hindia Belanda telah melakukan adaptasi terhadap metode pemasaran
sebagaimana yang telah berlangsung di Eropa. Dampak yang terjadi akibat
situasi ini pun hampir sama, yaitu mendorong terjadinya “perang dagang”,
dimana iklan-iklan produk saat itu bersifat sangat persuasif, saling
menonjolkan kualitas dari produk mereka.
Sama seperti keadaan yang terjadi sekarang, perusahaan periklanan pada saat
itu juga dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu besar, menengah, dan kecil.
16
Perusahaan-perusahaan periklanan besar semuanya dimiliki oleh orang Belanda,
sedangkan yang kecil umumnya dimiliki oleh keturunan Cina atau Pribumi.
Berkembangnya industri periklanan ini rupanya juga menarik para
penanam modal non-pribumi, khususnya untuk menerbitkan surat kabar.
periklanan ternyata mampu menyumbangkan dana yang cukup memadai
untuk memproduksi surat-surat kabar yang ada pada masa itu. Hingga
tahun 1912, hanya ada satu surat kabar yang dimiliki oleh pribumi. Ada
pula surat kabar yang memiliki percetakan sendiri, yakni Medan Prijaji,
yang dipimpin oleh R.M Tirtodhisoerjo. Tokoh ini belakangan menjadi
salah satu perintis pers Indonesia.
Sukses Medan Prijaji sebagai surat kabar yang sangat ditunjang oleh iklan
tampaknya diikuti jejaknya oleh beberapa surat kabar, antara lain
Sinar Djawa yang terbit pada tahun 1914. Surat kabar ini pada awalnya
hidupnya banyak ditunjang oleh perusahaan-perusahaan periklanan milik
orang Cina, diantaranya adalah perusahaan periklanan Liem Eng Tjiang
& Co., yang banyak memiliki klien sabun dan kompor.
Beberapa perusahaan periklanan yang cukup mendominasi iklan surat kabar
di Hindia Belanda pada masa itu adalah
Aneta,
Albrecht & Co., yang berkedudukan di Weltevreden, dan
Algemeen Bureau Excelcior yang
berkantor pusat di Bandung. Untuk lebih memahami keadaan industri
periklanan pada masa itu, berikut akan dibahas mengenai perusahaan
periklanan dan kantor berita yang ada pada saat itu.
17
1.1.2.1. Kantor Berita dan Perusahaan periklanan
Kantor berita yang cukup berpengaruh pada masa itu adalah
Aneta.
Aneta
didirikan pada tahun 1905, sebenarnya
Aneta adalah kantor berita resmi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Heuts, namun
Aneta juga
memiliki departemen iklan yang sangat canggih. Bukan saja dalam hal
peralatan, Aneta juga ditunjang oleh tenaga-tenaga ahli dari Eropa.
Tenaga-tenaga artistik (sekarang lebih dikenal dengan sebutan kreatif)
periklanan mereka yang menonjol adalah F. Van Bemmel, Is. Van Mens, dan
Cor Van Deutekom. Klien-klien mereka pada umumnya adalah
perusahaan-perusahaan besar, seperti BPM (
Batafche Petroleum Maatschappij) di Surabaya, serta
General Motors, dan KPM (
Koninklijke Pakevaart Maatschappij) di Batavia. Iklan-iklan dari
Aneta juga menyebar ke berbagai surat kabar di luar Batavia, seperti
Soerabaiasch Handelsbald di Surabaya dan Semarang. Sebagian besar keuntungan Aneta dimanfaatkan untuk membayar telegram berita-berita luar negeri
dari kantor berita Inggris, Reuter.
Aneta bahkan ikut membantu kelangsungkan hidup
Indische Courant, surat kabar berbahasa Belanda yang justru kecil tirasnya.
Sebagai perusahaan periklanan,
Aneta juga dikelola secara baik. Ini terlihat
dari anggaran-anggaran periklanan yang diperoleh dari kliennya.
Besarnya anggaran-anggaran periklanan ini tentu saja sangat dipengaruhi
pula oleh kemajuan industri serta persaingan dalam perdagangan.
Pada masa itu, ternyata ada juga upaya yang dilakukan oleh para praktisi
periklanan dalam hal menegakkan etika.
Van Oosterzee & Co., merupakan anggota masyarakat periklanan pertama yang menaruh perhatian pada etika periklanan. Dalam surat kabar
Batavia Nieuwsbald edisi 14 November 1922, dimuat lengkap bagian inti suratnya kepada pimpinan perusahaan periklanan
Albrecht & Co.,
Van Oosterzee & Co.,
mengusulkan pendekatan baru dalam beriklan, dengan menerapkan etika
yang sesuai dengan perubahan jaman di Hindia Belanda. Ia juga
mengusulkan format artistik baru yang dapat menarik para calon konsumen
untuk membeli produk yang diiklankan, dan dengan menerapkan etika dan
artistik baru tersebut, menurut dia, biaya iklan justru akan lebih
efisien. Belakangan diketahui, bahwa
Van Oosterzee & Co., melakukan hal itu sejalan dengan kecenderungan yang terjadi di negeri Belanda sendiri.
18
Periklanan pada saat itu dapat disejajarkan dengan industri, karena tingkat
keuntungan yang juga cukup besar, lebih lagi karena periklanan telah menjadi
kebutuhan usahawan dan masyarakat, serta telah memperoleh dukungan
langsung dari berkembangnya industri dan pasar secara keseluruhan. Oleh
karena itu, perusahaan-perusahaan kecil pun, yang telah berkembang
sebelumnya juga dapat tetap hidup dan tumbuh. Di antara
perusahaan-perusahaan kecil ini yang menonjol adalah
Handelsbald dan
Marchesa-port, dan yang khusus bergerak dalam mencari tenaga kerja seperti
Bezuiningen, ataupun
Werving milik Raden Goenawan di Jakarta.
Pada awal abad ke-20 itu, perusahaan-perusahaan periklanan yang menonjol
tetapi dianggap kecil adalah Liem Kim Hok (1901),
Bureau Voor Indische Agenture (1917),
Algemen Advertentie (1918).
Mereka dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan periklanan besar
dengan menspesifikkan bidang usahanya pada surat kabar-surat kabar
menengah kecil pula. Mereka pada masa itu dianggap surat kabar kecil,
karena iklannya masih sedikit. Padahal surat kabar-surat kabar tersebut
sebenarnya mempunyai tiras yang cukup besar, karena di antaranya
termasuk Sinar Hindia, Oetoesan Hindia, Sinar Djawa, Medan Moeslimin,
dan
De Locomotief.
Hingga kurun waktu ini pun kehidupan usaha periklanan sangat terpengaruh
oleh kehidupan surat kabar. Utamanya pada surat kabar dengan jumlah
tiras yang cukup besar. Situasi ini berdampak pula pada kebijaksanaan
penetapan tarif iklan, yaitu berdasarkan tiras yang akan dicetak oleh
surat kabar yang bersangkutan. Bukan berdasarkan kemampuan rata-rata
dari surat kabar dalam menjual tiras-tirasnya yang sudah lalu, seperti
yang dipraktekkan sekarang ini. Ini berarti tarif pemasangan iklan
sebenarnya dapat ditentukan juga oleh permintaan jumlah tiras dari
perusahaan periklanan atau pengiklan. Meskipun konsepsi pembelian media
seperti itu bagi industri periklanan, tampaknya justru lebih maju
daripada situasi sekarang, namun sebenarnya hal itu dilakukan
semata-mata karena keterbatasan teknologi dan kapasitas surat kabar.
Pada masa itu juga terdapat suatu fenomena dimana perusahaan periklanan
juga menjadi agen produk-produk yang ditanganinya. Kenyataan ini
menunjukkan perbedaan antara perusahaan periklanan yang besar dan yang
menengah. Perusahaan periklanan besar selain telah mampu memproduksi
sendiri bahan-bahan iklan untuk para kliennya, juga mendistribusikan
iklan-iklan tersebut di beberapa surat kabar
19
besar. Sedangkan perusahaan periklanan skala menengah, selain sekedar
kolportir iklan surat kabar-surat kabar, terpaksa harus pula menjadi
agen langsung dari produk-produk kliennya. Perusahaan-perusahaan
periklanan menengah umumnya menggunakan surat kabar-surat kabar yang
tirasnya sekitar 2500 hingga 3000 eksemplar, seperti
Indische Courant atau surat kabar-surat kabar yang dimiliki oleh kaum pribumi seperti Oetoesan Hindia, Sinar Djawa, dan Sinar Hindia.
Tidak lama setelah munculnya perusahaan-perusahaan besar dan menengah,
tumbuh pula perusahaan-perusahaan kecil yang dipelopori oleh para
keturunan Cina. Kemunculan mereka sebenarnya diawali dengan timbulnya
kebutuhan untuk mengiklankan buku-buku kecil atau cerita bersambung yang
mereka cetak.
Perusahaan periklanan pertama yang dimiliki oleh keturunan Cina adalah NV
Tjong Hok Long pada tahun 1901 yang kemudian diikuti oleh Bureau
Reklame Lauw Djin yang keduanya berdomisili di Solo. Selanjutnya disusul
oleh perusahaan-perusahaan periklanan Liem Eng Tjang & Co., Tjio
Twan Ling dan Ko Tioen Siang.
Tiga yang terakhir ini berdomisili di Semarang. Tjong Hok Long dan Lauw Djin
pada awalnya banyak memproduksi iklan-iklan batik yang tergabung dalam
perusahaan Kong Sing. Modal maupun peralatan produksi
perusahaan-perusahaan periklanan ini masih sangat sederhana. Iklan-iklan
yang dihasilkan umumnya tetap menggunakan tulisan tangan, dan
produk-produk yang diiklankan terbatas pada kebutuhan masyarakat
sehari-hari, seperti batik, sabut, rokok, dan obat-obatan.
Upaya mengiklankan diri sendiri yang diterapkan oleh perusahaan periklanan
yang bertaraf menengah, diikuti juga oleh perusahaan periklanan
kecil. Perusahaan periklanan Tjiong Hok Long misalnya, memuat iklannya
di 1000 eksemplar surat kabar setiap harinya. Ia menggunakan beberapa
surat kabar milik pribumi maupun keturunan Cina, seperti Sin Po dan Keng
Po. Perusahaan-perusahaan periklanan kecil banyak mendukung surat
kabar-surat kabar kecil milik pribumi yang lebih banyak memuat
berita-berita sosial dan politik.
Usai Perang Dunia I, perusahaan-perusahaan periklanan kecil berhasil
menembus surat kabar-surat kabar bertiras besar seperti
De Locomotief,
Sinar Hindia, atau Oetoesan Hindia. Hal ini dimungkinkan, karena mereka
pun sudah berani menawarkan tarif pemasangan iklan yang menguntungkan
para penerbit surat kabar tersebut.
20
Pada saat itu juga terjadi perintisan perusahaan periklanan milik Pribumi.
Munculnya perusahaan periklanan milik pribumi ini diawali dengan munculnya
permintaan iklan dari perusahaan rokok. Iklan-iklan mereka bahkan cukup maju,
karena telah berhasil menampilkan unsur persuasinya, tetapi tetap
seimbang dengan kebutuhan informasi produknya. Karena sebenarnya, pada
masa itu masih banyak orang yang belum menyadari bahwa unsur informasi
bagi konsumen sama pentingnya dengan unsur persuasi bagi produsen. Dapat
dikatakan cirri-ciri iklan pada masa itu adalah sebagai sarana
informasi, akibat tidak adanya akses informasi lain tentang produk atau
produsen yang dapat diperoleh masyarakat. Ciri-ciri iklan semacam ini
tidak terlepas dari struktur masyarakat dan situasi
sellers market (pembeli
mencari barang) pada masa itu. Juga karena hampir seluruh produk
kebutuhan sehari-hari masyarakat yang mulai dari sabun hingga mobil,
semuanya diimpor dari Eropa, khususnya dari negeri Belanda. Bahkan
hubungan antara khalayak dan pengiklan seringkali terasa seperti
hubungan antara calon konsumen yang amatir, dengan produsen yang
professional.
Pada sekitar tahun 1929-1930 dunia dilanda depresi ekonomi, dan tampaknya
hal ini membawa dampak yang sangat luas, termasuk terhadap industri
periklanan di Hindia Belanda. Banyak perusahaan asing yang menghentikan
kampanye periklanannya. Faktor utamanya adalah merosotnya pemasaran dari
produk-produk tersebut. Perusahaan periklanan yang mampu bertahan pada
masa itu ternyata adalah perusahaan periklanan kecil, karena
klien-klien mereka pun umumnya adalah industri kecil seperti rokok,
sabun, dan bedak. Periode ini juga ditandai dengan munculnya
tulisan-tulisan tentang periklanan, tentang perlunya ditingkatkannya
efisiensi dalam dunia pemasaran dan bagaimana periklanan telah banyak
membantu perkembangan dari berbagai perusahaan.
Sistem perdagangan adalah salah satu pokok bahasan yang sangat terkait
dalam usaha untuk memahami bagaimana kondisi usaha-usaha periklanan pada
periode ini. Sistem perdagangan pada saat itu, secara tegas memisahkan dua sub
sistem. Sub sistem pertama adalah kegiatan untuk memproduksi, sedangkan sub
sistem kedua adalah kegiatan untuk mendistribusikannya. Jika sekarang
ini dapat dikatakan bahwa periklanan merupakan bagian dari sub sistem
perdagangan atau lebih spesifiknya merupakan salah satu komponen dari
pemasarannnya, maka pada
21
masa Hindia Belanda, periklanan adalah komponen dari sub-sistem
distribusi. Selain itu, pada masa Hindia Belanda, masyarakat menggunakan
uang semata-mata sebagai alat jual beli. Pada periode ini juga mulai
muncul kesadaran dari para pengusaha untuk membina relasi dalam usaha
untuk memajukan perusahaan mereka.
Kurun waktu tahun 1930-1942 juga merupakan awal pulihnya perekonomian
Hindia Belanda akibat dari pengaruh depresi ekonomi yang terjadi di dunia.
Perusahaan-perusahaan periklanan juga mulai berkembang kembali,
bahkan mulai terlihat adanya penggunakan teknologi yang canggih di
bidang periklanan.
Meskipun pada saat itu orang belum mengenal istilah
positioning(memposisikan produk/merek), tetapi secara praktek ternyata sudah ada perusahaan
yang melakukannya. Beberapa perusahaan telah menerapkan apa yang dikenal
dengan
Product/Brand Positioning (memposisikan produk/merek
agar dipresepsikan secara unik dan khas di benak khalayak sasaran). Hal
ini nampak pada iklan-iklan yang mereka buat pada saat itu. Perusahaan
periklanan
Success misalnya, memposisikan kliennya yakni
Philips sebagai merek untuk produk-produk yang sangat ekonomis. Ia
mengungkapkannya dalam slogan yang terkenal yakni: “Menjimpen banjak
oeang ataoe pembajaran stroom”. Begitu pula dengan iklan Listerine yang
diposisikan sebagai pasta gigi paling cepat mengatasi masalah-masalah
gigi. Slogan daripada produk ini adalah: “Sesoenggoehnja, saja poenja
gigi mendjadi lebih baik dalam tempo 6 hari”. Tujuan untuk memposisikan
produk tersebut juga tercermin dalam teks iklan yang ditampilkan pada
saat itu.
Dari iklan-iklan yang ada pada tahun-tahun tersebut, juga nampak bahwa para
pengusaha iklan sudah mulai menyadari pentingnya pemahaman terhadap segmentasi dari
target audience dalam menyusun pesan dalam sebuah iklan.
Pada periode tahun 1930-an industri skala kecil yang banyak menggunakan
jasa perusahaan periklanan adalah perusahaan batik, pemasangan
undian, iklan film di bioskop-bioskop, lowongan pekerjaan dan penjahit
pakaian. Tampaknya hal ini disebabkan karena munculnya kesadaran dari
pada pengusaha tentang pentingnya menyisihkan sebagian dari modal mereka
untuk beriklan demi kemajuan dari perusahaan mereka. Hal ini juga
ditunjang oleh banyaknya artikel pada saat itu yang mempromosikan
pentingnya iklan bagi prusahaan yang ingin meraih sukses. Surat kabar
atau jurnal pada tahun 1930-an yang seringkali memuat artikel tentang
22
periklanan adalah
Economic Weekblad dan jurnal mingguan
Efficiency Dagang.
Keduanya terbit hingga masa pendudukan Jepang. Aspek-aspek yang biasanya
diketengahkan dalam artikel-artikel tersebut adalah semacam dorongan agar para pengusaha mengiklankan produk-produk mereka.
Pada masa itu pula bangsa Indonesia telah banyak belajar dari pengalaman
bangsa lain. Diperkenalkannya metode dan teknik baru periklanan di
Indonesia, telah menyebabkan banyak perusahaan kecil dan menengah tumbuh
menjadi perusahaan besar. Mereka umumnya mempelajari teknik-teknik baru
periklanan dari negara-negara maju. Peran periklanan pada masa ini juga
menjadi semakin penting. Dapat dikatakan bahwa pada kurun 1930-1942,
periklanan adalah sebuah pengetahuan modern yang menjadi pendorong utama
suksesnya suatu usaha. Periklanan bahkan menjadi alat distribusi yang
mampu menerobos pasar dengan cara yang sangat ekonomis.
Seperti yang pernah dibahas di atas bahwa pada periode awal pendudukan
Jepang, yakni sekitar tahun 1942, adanya invasi Jepang ke Indonesia telah
menghentikan perkembangan dalam industri periklanan. Pada saat itu
juga banyak bermunculan iklan pengumpulan dana serta memuncaknya
solidaritas dan rasa kebangsaan telah melahirkan gagasan pada praktisi
periklanan pada saat itu untuk ikut membantu dana perjuangan lebih jauh
lagi. Hal tersebut dilakukan dengan menetapkan f.1.- (satu sen) pada
setiap iklan sebagai “Dana Kemerdekaan” Pada periode tahun 1950-1972
tepatnya setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar, sebagian besar
perusahaan, seperti perusahaan minyak, pengangkutan perkapalan dan
perbankan masih menggunakan modal dan pengelolaan Belanda.
Sedangkan usaha-usaha kecil seperti halnya biro-biro iklan masih belum bersatu.
Padahal secara kuantitas, jumlah perusahaan-perusahaan periklanan ini
cukup banyak. Di Jakarta saja terdapat 21 perusahaan periklanan, lalu
di Bandung terdapat 7, di luar Jawa seperti Sumatera, Sulawesi, dan
Kalimantan terdapat sekitar 20 perusahaan periklanan. Sementara itu
perkembangan media cetak hingga tahun 1958 masih terbelakang, hal ini
disebabkan oleh banyaknya perusahaan percetakan yang masih dikuasai oleh
Belanda. Meskipun begitu, pada umumnya sejak tahun 1953 tepatnya di
daerah Jawa Tengah, Pers Indonesia mulai mengalami kemajuan yang cukup
berarti dibandingkan dengan keadaan sebelum perang. Biro-biro iklan pun
sudah
23
lebih percaya pada surat kabar-surat kabar daerah tersebut, meskipun pemasangannya masih terbatas pada iklan-iklan mini (
classifields ad).
Di daerah Sumatera Utara terdapat pula beberapa surat kabar yang telah
banyak memuat iklan. Meskipun begitu, surat kabar-surat kabar
tersebut tampaknya kurang serius dalam menangani pendapatan yang
diperoleh dari sektor periklanan.
Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar iklan-iklan yang dimuat pada
surat kabar tersebut masih terbatas pada iklan-iklan mini yang kurang
menguntungkan mereka. Bahkan jika diperhatikan sejarah ringkas surat
kabar yang pernah terbit di Sumatera Barat, ternyata rantai penerbitan
itu tidak pernah putus, dan hal serupa juga terjadi pada
perusahaan-perusahaan periklanannya, meskipun sebagian besar dari mereka
baru mampu mengelola iklan-iklan mini dengan tarif iklan yang relatif
masih murah. Meskipun begitu perhitungan tarif yang digunakan untuk
iklan-iklan bergambar (
display ad) telah menggunakan milimeter-kolom, sebagaimana yang telah digunakan di jaman modern.
Periode ini dapat dikatakan sebagai peluang bagi perusahaan-perusahaan
periklanan Indonesia, karena sebelumnya pada umumnya
perusahaan-perusahaan periklanan ini masih dikuasai oleh orang-orang
Belanda. Peluang tersebut muncul tepatnya pada tahun 1949, beberapa saat
setelah penyerahaan kedaulatan. Lebih spesifik lagi, ketika surat kabar
Belanda Persatoean diambil alih oleh Osa Maliki, yang kemudian menjadi
lahan bagi beberapa perusahaan periklanan yang ada di Jawa dan Sumatera.
Kecenderungan itu kemudian juga menyebar ke berbagai perusahaan
periklanan lain, melalui beberapa surat kabar lokal seperti Mangle,
Sipatahoenan, dan Suara Indonesia di Bandung. Hal ini telah berlangsung
hingga akhir tahun 1952.
Meskipun demikian, hingga tahun 1967, perusahaan-perusahaan tersebut
umumnya masih banyak yang masih saja menangani iklan-iklan mini. Iklan-iklan
komersial masih sangat terbatas dan umumnya produk-produk industri
ringan atau industri rumah tangga. Di antara jenis-jenis produk ini,
jamu atau pengobatan tradisional banyak mendominasi media cetak saat
itu, dan iklan produk modern yang terlihat banyak muncul adalah mentega
Palmboom.
Adanya kenyataan bahwa hampir sebagian besar bahan baku atau peralatan
industri dan perkebunan adalah produk impor, tampaknya menghambat
24
perkembangan industri periklanan dalam negeri. Hal ini mengakibatkan hanya
perusahaan-perusahaan yang benar-benar besar saja yang sudah membutuhkan
periklanan. Meskipun kenyataannya perkembangan ekonomi pada saat itu masih
belum mapan, namun pada tahun 1954 sempat terselenggara Pekan Raya
Ekonomi Internasional (PREI). Maksud diselenggarakannya PREI ini adalah
untuk memperkenalkan produk-produk nasional pada dunia. Dalam pekan raya
ini ikut terlibat beberapa perusahaan periklanan nasional, diantaranya
Balai Iklan Bandung,
Aneta,
Indonesian Reclame and Advertentie Bureau (IRAB), dan
Korra di Jakarta.
Pada pekan raya tersebut perusahaan-perusahaan periklanan menyadari
adanya persepsi bahwa masyarakat kita masih menganggap rendah mutu barang
produksi industri dalam negeri. Pada saat itu juga tercetus adanya ide untuk
mengadakan semacam kampanye “Beli Bikinan Indonesia”, meskipun begitu
untuk melakukan “gerakan propaganda” ini mereka mengalami banyak
hambatan akibat masih sangat terbatasnya industri-industri pendukung
periklanan.
Pada periode ini, iklan-iklan berukuran besar di surat kabar didominasi oleh
perusahaan-perusahaan raksasa seperti
Borsumij, BPM, Dass
ad Musi Concern,
Lindeteves Stokvis, Mitsubishi, dan
Unilever. Isi iklan-iklannya lebih sering berupa
penawaran dan permintaan atas komoditas atau produk. Ini rupanya memberi
gambaran betapa blokade perdagangan luar negeri oleh Belanda terhadap
Indonesia memang cukup memberi pengaruh terhadap pengadaan beberapa
komoditas dan produk.
Kelangkaan produk akibat blokade, apalagi dengan sangat kurangnya
informasi, ternyata menyebabkan terjadinya disefisiensi dalam distribusi. Arus
barang-barang menjadi tidak efisien, karena harus melalui banyak pihak atau
berputar-putar di tempat. Ini membuat berkembangnya
makelaarschap, yaitu
berbagai bisnis pialang yang menjadi perantara untuk berbagai jenis
barang dan jasa. Di antara para pialang ini, banyak pula yang sebenarnya
sama sekali tidak
mempunyai barang atau jasa yang ditawarkannya. Iklim perdagangan
semacam itu bahkan banyak sekali memunculkan pedagang besar dan kecil.
Situasi ini kemudian melahirkan istilah Pedagang Akentas, istilah
sindiran bagi mereka yang mencari pembeli walau sebenarnya tidak
memiliki komoditas, barang, atau jasa yang ditawarkannya.
25
Pada periode ini, catatan paling menarik tentang kiprah perusahaan
periklanan adalah yang terjadi pada PT Balai Iklan, Bandung. Untuk
dapat mengenal lebih jauh mengenai keadaan perusahaan periklanan pada
saat itu, berikut ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan dari
Balai Iklan yang dianggap sebagai biro iklan tertua.
Balai Iklan didirikan tahun 1952 oleh Tjetje Senaputra. Awalnya biro iklan
ini bernama Medium . Pada awal didirikannya biro iklan ini, kegiatan
beriklan belum terlalu populer, bahkan Balai Iklan harus berusaha untuk
mengedukasi masyarakat agar mengerti manfaat-manfaat yang dapat
diperoleh untuk kegiatan beriklan.
Perusahaan periklanan ini menghimpun klien-kliennya dari beberapa
toko kelontong lokal. Hingga tahun 1960, perusahaan ini masih
menggantungkan usahanya pada iklan-iklan mini, utamanya iklan-iklan
lowongan kerja, jual beli mobil, atau indekos. Usaha Balai Iklan
termasuk yang dianggap berkembang sangat cepat pada saat itu. Nilai
penjualannya pun dari tahun ke tahun masih naik terus. Penghasilan dari
Balai Iklan pada umumnya diperoleh dengan mengerahkan tenaga-tenaga
kolportir atau pencari iklan. Meskipun demikian, sejak tahun 1968 Balai
Iklan tidak lagi menggunakan tenaga kolportir, karena pemasang iklan
sudah mulai datang sendiri ke kantor perusahaan. Catatan juga ditemukan
dari petugas bagian iklan harian Pikiran Rakyat, Bandung, yang
menyebutkan bahwa walaupun ada empat perusahaan periklanan besar di
Bandung, Balai Iklan merupakan yang terbanyak memuat iklan pada harian
tersebut. Meskipun sebagian besar masih berupa iklan-iklan mini, bahkan
Balai Iklan juga tercatat sebagai yang terbaik dalam hal pembayarannya.
Menonjolkan aktivitasnya, membuat Balai Iklan memperoleh pengakuan
bonafiditas
oleh SPS Pusat, melalui keputusan
No.342/VIII/60/XIV, 10 Agustus 1960 (63).
Pada tahun 1983 pendiri PT Balai Iklan, Tjetje Senaputra menginggal dunia.
Kepemimpinan Balai Iklan akhirnya dipegang oleh putra ketiganya Ardi Purnama.
Di bawah kepemimpinannya, Balai Iklan berusaha menanamkan “
Iklan Minded”
pada masyarakat Jawa Barat. Objektifnya adalah untuk membentuk masyarakat
menyadari kemudahan beriklan dan keefektifan sebuah iklan. Biro ini
juga berusaha memperbaiki layanan dan memperluas jaringan dengan cara
menambah kantor cabang dan memberi layanan gratis untuk
artwork iklan.
4
Ibid, hal. 35.
26
Balai Iklan sendiri memiliki pandangan kreatif yang berbeda dengan biro
iklan lainnya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan segmentasi pasar dan juga
kebutuhan dari klien Balai Iklan yang mengharapkan kecepatan dan
ketepatan. Balai Iklan memiliki orientasi yang berbeda sehingga biro ini
tidak pernah menyatakan keikutsertaannya dalam ajang penghargaan
seperti halnya Citra Pariwara.
Seperti juga suksesnya Balai Iklan dan banyak perusahaan periklanan lain
saat itu yang menggunakan tenaga kolportir, menyebabkan ramainya petugas
kolportir keluar-masuk kantor dan perusahaan. Bukan saja di antara para kolportir
dan perusahaan periklanan sendiri, namun utamanya di antara para perusahaan
periklanan sendiri. Ekses dalam bentuk gangguan ketenangan kerja hingga pada
bentuk separuh paksaan, menyebabkan banyak perusahaan yang menutup pintu bagi
kunjungan para kolportir ini, Untuk “mengusir” para kolportir ini, muncullah
semacam mode, ketika banyak perusahaan pengiklan menggantungkan papan
pengumuman di pintu masuk kantor atau perusahaan mereka. Isi pengumuman ini
hampir selalu sama, yaitu: “Maaf, Tidak Pasang Iklan”.
Pada periode tahun 1960-1972, ada beberapa hal yang perlu dicermati, yaitu
mengenai keadaan sosial, politik, dan ekonomi yang mempengaruhi perkembangan
perusahaan periklanan pada saat itu. Pada periode ini, perkembangan dunia usaha
sudah jauh berbeda dengan situasi jaman kolonial. Organisasi dan pengelolaan
perusahaan-perusahaan yang semula kecil dan sederhana, telah berkembang menjadi
besar dan kompleks. Termasuk yang terdapat pada perusahaan-perusahaan
periklanan, yang telah mulai pula diakui peran dan fungsinya sebagai kepanjangan
(
extension) dari bagian pemasaran di perusahaan-perusahaan pengiklan. Bahkan pada
saat itu, mulai diakui oleh seorang praktisi periklanan, bahwa manajemen periklanan
adalah salah satu bagian yang penting dalam mengelola dan mengembangkan sebuah
perusahaan yang besar, sehingga perusahaan tersebut dapat beradaptasi lebih jauh ke
depan.
Pada awal orde baru, tampak adanya perbaikan di berbagai bidang usaha,
termasuk di dalamnya adalah perusahaan-perusahaan periklanan. Bantak perusahaan
periklanan baru yang terbentuk pada saat iotu. Pemenuhan kebutuhan masyarakat
akan produk impor juga lebih baik daripada tahun 1960.
27
Situasi ini tidak bertahan lama, karena sejak tahun 1963 perekonomian
Indonesia ternyata mengalami penurunan. Penurunan di bidang ekonomi ini
diakibatkan karena adanya konfrontasi politik antara negara-negara industri utama
pada saat itu yang menyebabkan menurunnya produksi produk-produk impor.
Keadaan ini juga mempengaruhi keadaan perekonomian dalam negeri, dimana terjadi
inflasi yang relatif sangat tinggi yang ditambah dengan adanya hutang negara. Dalam
kondisi saat itu, tampaknya sulit bagi perusahaan untuk dapat mempertahankan
apalagi mengembangkan usahanya, termasuk perusahaan periklanan itu sendiri.
Situasi ini berjalan terus hingga tahun 1966, awal munculnya pemerintah Orde Baru
di bawah pimpinan Jenderal Soeharto.
Orde Baru ternyata cukup mempu mengembalikan kestabilan politik dan
ekonomi dalam negeri. Selain berupaya keras mengendalikan inflasi, pemerintah
juga membuka peluang sebesar-besarnya bagi investasi baru. Konfrontasi dengan
negara-negara liberal pun lambat-laun dihapuskan dan membuka lagi peluang bagi
perdagangan luar-negeri yang lebih terbuka dan dinamis. Dengan disahkannya
Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), ternyata sangat
meningkatkan adanya investasi dalam negeri dan memberikan jaminan kepastian
berusaha.
Berikut ini akan diulas mengenai babak baru dalam dunia periklanan, yakni
babak periklanan modern. Siapa saja pelopornya, serta bagaimana perkembangannya
hingga saat ini.
28
1.1.2.2. Pelopor Periklanan Modern
Masa periklanan modern ini ditandai dengan dikeluarkannya UU Penanaman
Modal Asing (UU PMA) pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri
(UU PMDN) tahun 1968, yang berakibat semakin banyaknya perusahaan maupun
pabrik yang merambah pasar Indonesia.
Beberapa nama agensi yang dapat dikatakan menadi pelopor periklanan
moren di Indonesia antara lain InterVista, Matari, Fortune, Metro, dan Perwanal.
Berikut sedikit perjelasan tentang beberapa biro iklan di atas serta peranannya dalam
mempelopori periklanan modern:
a. InterVista
InterVista yang didirikan pada tahun 1964 dianggap sebagai cikal bakal
perusahaan periklanan moren. Beberapa faktor penyebabnya antara lain,
bahwa InterVista merupakan perusahaan iklan yang pertama kali
memperkenalkan teknik-teknik periklanan modern seperti menggunakan
naslah iklan bertuliskan tangan, atau menata huruf di atas timah agar hasilnya
baik. Tetapi perusahaan ini sudah tidak beroperasi dan telah menutup
kantornya sekitar tahun 1990-an.
Salah satu tokoh periklanan modern adalah Nuradi yang merupakan
pendiri dari InterVista. Nuradi lahir di Jakarta pada tanggal 10 Mei 1926.
Nuradi tidak memperoleh pendidikan formal di bidang periklanan. Tahun
1946-1948, beliau masuk Fakultas Hukum di Universitas Indonesia (darurat).
Kemudian masuk Akademi Dinas Luar Negeri Republik Indonesia (1949-
1950), lalu pada tahun-tahun berikutnya beliau banyak mengeyam
pendudukan di Amerika Serikat. Beliau menjadi orang Indonesia pertama
yang diterima di Foreign Service Institute, US State Department, Washington
DC. Selanjutnya beliau belajar mengenai penelitian sosial di New School,
New York (1952-1954) dan menyelesaikan studi budang administrasi public
di Harvard University, Cambridge, Massachusetts. Kemudian selama setahun
belajar bahasa di Universitas Sorbone dan Universitas Besancon, Perancis.
Tahun 1945, beliau juga merupakan orang pertama yang diangkat sebagai
pegawai negeri di Departemen Luar Negeri dan di Departemen Penerangan.
Selain itu beliau juga pernah menjadi penyiar siaran Bahasa Inggris di Radio
29
Republik Indonesia. Antara tahun 1946-1950, beliau menjadi juru bahasa
pribadi untuk Bung Karno, Bung Hatta, dan Ir. Juanda, dan pada tahun 1949
sempat menjadi Kepala Bagian Penerjemah pada delegasi Indonesia ke
Konferensi Meja Bundar di Den Haag, negeri Belanda. Tahun 1950 dia
ditunjuk untuk menjalankan musi khusus ke Uni Soviet dan menjadi anggota
perwakilan tetap Indonesia di markas PBB, New York. Karier sebagai
pegawai negeri telah membawanya terlibat dalam banyak lagi tugas sebagai
anggota delegasi, baik untuk kepentingan nasional, maupun internasional. Dia
mengundurkan diri dari Dinas Luar Negeri pada tahun 1957, untuk bergabung
dengan Perwakilan PRRI sementara untuk Singapura dan Hongkong.
Perjalanan hidup Nuradi di dunia periklanan dimulai ketika tahun 1961-
1962, mengikuti
Management Training Coursei di SH Benson Ltd., London,
perusahaan periklanan terbesar di Eropa saat itu. Sedangkan perngalaman
praktek periklanan diperolehnya melalui cabang perusahaan tersebut di
Singapura. Sekembalinya ke Jakarta (1963) beliau mendirikan perusahaan
periklanannya sendiri, InterVista Advertising Ltd.
Pada bulan Agustus 1962, TV muncul sebagai sebuah media baru di
Indonesia. Hal ini dilihat Nuradi sebagai kesempatan untuk memanfaatkan
televisi sebagai media beriklan, sehingga InterVista tercatat sebagai perintis
masuknya iklan-iklan komersial di TVRI. Setahun setelah itu, muncul iklan
skuter Lambreta, tetapi kali ini sudah digunakan bentuk
slide, yang juga
merupakan rintisan pada saat itu. Iklan ini merupakan iklan pertama yang
diproduksi untuk dapat ditampilkan di bioskop-bioskop. Hal ini merupakan
prestasi tersendiri bagi InterVista. Menurut Nuradi, kekuatan InterVista
terletak justru pada akar budidaya Indonesianya. Hal ini terlihat pada slogan-
slogan yang selama ini dibuat oleh InterVista, seperti:
- Produk susu kental manis; Indomilk… sedaaap.
- Produk bir; Bir Anker. Ini Bir Baru, Ini Baru Bir.
- Produk rokok putih; Makin mesra dengan Mascot.
- Produk skuter; Lebih baik naik Vespa.
Periode tahun 1963 InterVista juga tercatat sebagai perusahaan periklanan
pertama yang melakukan adaptasi terhadap film iklan yang berbahasa Inggris,
30
meskipun proses produksi akhirnya masih dikerjakan di Singapura. Bahkan
pada periode ini, InterVista sudah memiliki sendiri sutradara untuk membuat
film-film iklan para kliennya. Salah satu film iklan yang sangat sukses saat
itu adalah iklan Ardath.
Meskipun InterVista dianggap sebagai pelopor periklanan modern, tetapi
InterVista bukanlah perusahaan periklanan pertama yang bekerja sama
dengan pihak asing. Mengenai kerjasama dengan asing ini, Nuradi
merupakan salah satu tokoh yang sangat kuat mempertahankan ke-Indonesia-
annya. “
Ini bisa menghanjam pertumbuhan pers nasional”, katanya, dan
“
biro-biro iklan internasional yang berkeliaran di Jakarta dalam waktu dekat
bisa memaksa pers di Indonesia mendjadi sematjam djuru-bitjara kaum
industrialis besar”, lanjutnya.* (Majalah Tempo, 25 Maret 1972)
Pada saat itu, memang terjadi semacam gelombang “anti biro iklan asing”
dari pihak perusahaan periklanan nasional. Peraturan pemerintah yang
melarang masuknya modal asing dalam industri periklanan pun sudah ada.
Namun penggunaan tenaga asing masih dimungkinkan, meskipun terbatas
pada tiga jabatan saja. Jabatan-jabatan yang dianggap belum sepenuhnya
dapat diisi oleh tenaga-tenaga Indonesia ini adalah
Advertising Consultant
(konsultan periklanan di perusahaan periklanan),
Advertising Technical
Adviser (penasehat teknis di perusahaan periklanan), dan
Advertising
Manager (manager periklanan di perusahaan pengiklan).
Ironisnya, pada era-globalisasi dan meredanya “gelombang anti
perusahaan periklanan asing” saat ini, justru jabatan
Technical Adviser
merupakan satu-satunya jabatan yang masih diijinkan. Mungkin suatu
indikasi terjadinya peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia dalam
industri periklanan nasional.
Namun sulitnya memperoleh tenaga terlatih, kemudian telah memaksa
pula Nuradi dengan InterVista-nya melunakkan sikap untuk bekerjasama
dengan perusahaan asing. Dalam hal ini beliau memilih McCann-Erickson
sebagai mitranya. Sukses Nuradi, membawa InterVista nyaris ke puncaknya,
meskipun hal tersebut tidak diukur berdasarkan omset yang diperoleh. Nuradi
31
patut merasa bangga, bahwa InterVista tercatat sebagai perusahaan periklanan
yang sangat disegani, dan unggul dalam hal mutu karya-karyanya.
b. Matari
Matari didirikan sejak tahun 1971, dan faktor didirikannya perusahaan ini
menurut Ken T. Sudarto yang merupakan Chairman Matari Inc, adalah untuk
mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang tumbuh
akibat munculnya dua undang-undang tersebut (UU PMA dan UU PMDN).
Salah satu yang membuat Matari dikategorikan sebagai perusahaan yang
menjadi pelopor periklanan modern adalah kiprahnya di dunia periklanan
dimana saat diadakan lomba cipta iklan Anugerah Pariwara 1978, Matadi
memperoleh dua emas dan satu perunggu dengan 38 iklan terpilih, dari 188
iklan yang bersaing di 6 kategori. Matari juga dikenal sebagai biro iklan yang
rajin membuat iklan layanan masyarakat (ILM). Dengan ILM inilah Matari
tercatat sebagai biro iklan Indonesia pertama yang berhasil menembus
sebagai finalis Clio Award 1980. Bahkan ketika memasuki era-reformasi,
Matari dengan tegas menyatakan siap untuk membantu periklanan partai
politik. Gebrakan ini akhirnya diikuti oleh biro iklan lainnya. Dari sisi
billing
pun, Matari selalu berada di urutan lima besar perusahaan periklanan
Indonesia, berdampingan dengan perusahaan periklanan multinasional
lainnya. Bahkan mampu bersaing dengan media independent seperti
Starcomm, Mindshare, dan Initiative Media.
c. Fortune
Fortune berdiri pada tahun 1970 atas prakarsa Mochtar Lubis yang
mengajak Fortune Internasional yang bermarkas di Australia untuk
mendirikan perusahaan periklanan di Indonesia. Dari hasil kerjasama tersebut,
Fortune Indonesia mendapatkan kesempatan untuk memberikan layanan bagi
penerbangan Cathay Pasific. Hanya saja di tahun 1977, Fortune Indonesia
mengalami kerugian, sementara pengelola asing tidak dapat mengantisipasi
hal tersebut. Maka sejak tahun 1978, Fortune Internasional diambil alih
32
pengelolaannya oleh investor lokal, Indra Abidin yang memimpin hingga
sekarang.
Tetapi yang tidak bisa diabaikan dan ikut dalam proses perjalanan
periklanan modern adalah Unilever, sebagai salah satu perusahaan yang sejak
lama memikirkan manfaat periklanan. Hal ini tampak dimana akhirnya
Unilever membentuk Lintas (Lever Internasional Advertising Service)
serbagai
inhouse agency di tahun 1938. Melalui Lintas, Unilever membangun
sumber daya yang sangat penting bagi ekuitas merek di masa depan, sehingga
memungkinkan Unilever menjadi begitu dominant di pasar barang konsumsi
saat ini. Pada tahun 1980-an, Unilever memisahkan Lintas menjadi lebih
independent. Bahkan dari Lintas sempat hadir sumber daya periklanan andal
yang kemudian melahirkan perusahaan periklanan baru semisal Princip Ad
dan Cabe Rawit.
1.1.2.3. Biro Iklan Angkatan 1980-an
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi sejak Orde Baru, membuat pasar
Indonesia menjadi penting bagi produk-produk luar negeri yang berasal dari Amerika,
Jepang, maupun Eropa Barat. Hal ini terlihat bahwa di tahun 1976, sekitar 73% dari
produk yang diiklankan adalah produk impor, produk
joint venture 62,5%, dan hanya
sekitar 27% produk yang berasal dari dalam negeri
5
.
Namun meningkatnya belanja iklan, membuat pemerintah khawatir terhadap
meningkatnya ekspektasi masyarakat dalam mengkonsumsi produk. Menindaklanjuti
hal tersebut, Presiden Soeharto mengambil keputusan untuk meniadakan iklan di
TVRI sejak April 1981.
Perusahaan periklanan yang muncul pada decade 1980-an antara lain:
a. JC&K
Biro iklan ini didirikan pada tahun 1983 oleh Johanes Uway.
b. DM Pratama
DM Pratama didirikan oleh Maria Indriyani pada tahun 1986. Pada tahun
1993 DM Patama bergabung dengan Bozell Worldwide, biro iklan terbesar
keenam di Amerika, tetapi pada tahun 2002 hubungan baik tersebut berakhir.
5
Ibid, hal. 36.
33
DM Pratama membentuk Bintang Pratama yang difokuskan untuk menangani
klien-klien di luar Grup Sayap Mas, klien utama DM Pratama.
c. Dwi Sapta Pratama
Biro iklan ini dipimpin oleh A.Adji Watono sebagai
General Manager,
meskipun sudah lama berdiri, tetapi biro iklan ini belum berani menyatakan
diri sebagai biro iklan
full service.
d. Satu Citra
Satu citra didirikan pada tahun 1985 dengan nama awalnya Cipta Citra.
Biro ini didirikan oleh Jeannette Sudjunadi.
e. Advindo
Didirikan tahun 1986 oleh Daniel Taufik.
f. Hotline
Didirikan pada tahun 1989 oleh Subiakto Priosoedarsono.
Peristiwa lain yang menandai periode ini adalah bahwa perkembangan
industri periklanan yang mulai pesat, menimbulkan pemikiran tersendiri di kalangan
pemerintah. Jika di awal tahun 1980-an kegiatan periklanan berinduk ke Departemen
Perdagangan, maka pada masa Ali Moertopo industri ini berada dalam naungan
Departemen Penerangan melalui UU Pokok Pers
No.21 tahun 1982, yang
menyebutkan organisasi periklanan dianggap sama dengan organisasi pers. Salah
satu butir penting dalam UU ini adalah adanya larangan kepemilikan organisasi
periklanan sama juga dengan pers oleh pihak asing. Latar belakang munculnya pasal
ini adalah kecemasan akan masuknya budaya negative dari luar sebagai dampak
periklanan. Dampaknya ada banyak perdebatan yang mengemukakan di kalangan
praktisi periklanan. Ada yang menganggap periklanan bukanlah bagian dari pers
tetapi bermitra, namun tidak sedikit yang merasa kedekatan antara pers dan
periklanan, serta mengharuskan keduanya bernaung di dalam satu rumpun UU.
Dalam prakteknya, kelahiran UU tersebut ikut menikung kebebasan pers dan tidak
kondusif mendorong perkembangan periklanan. Baru setelah masa reformasi, UU
pokok Pers ini direvisi dengan lahirnya UU No. 40 tahun 1999.
1.1.2.4. Biro Iklan Angkatan 1990-an
Adapun biro iklan yang berdiri pada tahun 1990-an, antara lain:
34
a. MASC909
Didirikan pada tahun 1993, biro iklan ini merupakan pecahan Indo Ad
yang sekarang Ogilvy & Mather Indonesia, sebagai akibat dari adanya
eksodus sejumlah pekerja Indo Ad pada waktu itu. Biro iklan ini dipelopori
oleh Ariyantio Zainal, Budiman Hakim, dan Jimmy.
b. CCHQ
CCHQ didirikan oleh Lisa Harjadi Sardjito pada tahun 1996.
c. Avicom Airvertising
Avicom Airvertising didirikan pada tahun 1995.
d. Belcomm atau Globel Communications
Didirikan pada tahun 1994 dan bermula sebagai
inhouse agency
Panasonic Globel, sebuah perusahaan
joint venture elektronik.
e. Cabe Rawit
Pada tahun 1992, biro iklan ini didirikan dan dipimpin oleh Narga
S.Habib, Inge Maskun, dan Hamdan Omar. Kemudian muncul juga Hamdan
Comm, setelah Hamdan Omar memutuskan untuk mendirikan biro iklan
sendiri.
f. Go Ad Communications
Biro iklan ini didirikan oleh Seminarti Gobel pada tahun 1991.
Pada periode ini ditandai dengan bermunculannya berbagai televisi swasta,
yang dipelopori dengan hadirnya RCTI. Walaupun pada awalnya hanya bisa ditonton
dengan menggunakan dekoder, namun minat pengiklan pada saat itu cukup tinggi.
Hal ini mungkin juga karena selama ini di Indonesia hanya memiliki satu stasiun
televisi, sehingga dengan adanya stasiun televisi lainnya dianggap sebagai peluang
yang harus dimanfaatkan. Kehadiran RCTI ini kemudian diikuti dengan TPI, SCTV,
Anteve, dan Indosiar. Kehadiran stasiun televisi swasta ini mendongkrak belanja
iklan nasional. Bahkan jumlah stasiun televisi kemudian juga ikut bertambah dengan
munculnya Trans TV, Lativi, TV7, Global TV, dan Metro TV yang menyebabkan
peningkatan angka belanja iklan.
Pesatnya pertumbuhan belanja iklan, menjadikan Indonesia sebagai pasar
potensial, sehingga makin banyak perusahaan internasional yang melakukan
35
investasi di Indonesia. Hal ini menjadi suatu tuntutan tersendiri bagi biro iklan
multinasional maupun lokal untuk makin meningkatkan jasa pelayanan mereka untuk
menjangkau para pengiklan multinasional tersebut.
Hal ini juga menimbulkan fenomena dimana banyak biro iklan multinasional
seperti BBDO Worldwide, FCB Worldwide, TBWA, datang ke Indonesia untuk
menegaskan hubungan afiliasi yang lebih erat dengan sejumlah biro iklan di
Indonesia. Bukan saja biro iklan dari Amerika, tetapi juga biro iklan dari Jepang
seperti Chuo Senko, serta Publicis dari Perancis. Hal ini juga mengakibatkan
persaingan antara biro iklan lokal dan multinasional juga semakin ketat.
Setelah melihat perkembangan iklan dan bagaimana persaingan antara
perusahaan periklanan di Indonesia, baik antar biro iklan lokal maupun internasional,
yang telah ada sejak dulu dan berkembang sampai saat ini. Agaknya perlu diadakan
suatu pemikiran mendalam terutama bagi biro iklan lokal, untuk dapat bertahan
dalam menghadapi era persaingan ini, sehingga biro iklan lokal dapat tetap menjadi
“tuan rumah” di negeri sendiri.
Promosi merupakan salah satu cara yang sangat penting dalam peranannya
untuk memperkenalkan suatu barang atau jasa kepada konsumen. Kegunaan promosi
itu sendiri adalah agar publik yang menjadi sasaran pengamat mengerti akan fungsi,
kegunaan, dan kelebihan dari barang atau jasa yang diperkenalkan melalui promosi
tersebut
6
.
Dewasa ini, tindakan melakukan promosi terhadap suatu barang atau jasa
merupakan salah satu komponen dari usaha yang tidak dapat dipisahkan. Melihat dari
banyaknya persaingan produk atau jasa yang sudah sangat banyak, sehingga sebagai
sebuah usaha, perlu dilakukan suatu cara agar produk atau jasa yang dijual tersebut
lebih dikenal atau dipilih oleh khalayak dengan membuat suatu
brand awareness
akan barang atau jasa yang ditawarkan. Meningkatnya kebutuhan perusahaan untuk
memperkenalkan produk atau jasa yang mereka jual, menyebabkan peranan promosi
menjadi lebih luas, seperti yang terjadi pada saat ini yaitu peranan promosi yang
lebih kearah
problem solving ketimbang hanya sekedar memperkenalkan produk atau
jasa semata. Sebagai tambahannya, seiring dengan perkembangan teknologi hingga
saat ini, cara untuk berpromosi pun ada banyak, mulai dari yang paling populer
6
Khasali, Rhenald.
Manajemen Periklanan. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992
36
hingga yang murah meriah seperti brosur/
leaflet, iklan di media cetak, iklan di radio,
pameran, spanduk, hingga iklan di televisi.
Data Advertising berdiri pertama kali pada tahun 1989, dan merupakan salah
satu dari sekian banyak dari perusahaan periklanan di Jakarta. Data Advertising
sendiri telah mempunyai reputasi yang bisa dibilang sangat bagus, terutama dalam
hal pembuatan
billboard, brosur/
leaflet, atau media promosi lainnya. Pada dekade
terakhir ini, walaupun masih belum berani mengkategorikan dirinya sebagai biro
iklan yang
full service, tetapi Data Advertising telah menjadi biro periklanan yang
menawarkan servis dengan cukup lengkap, meliputi
above the line dan
below the line,
baik untuk klien lokal maupun internasional. Sebagai catatan, beberapa contoh klien
Data Advertising yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat antara lain Sogo
Departemen Store, Sheraton Indonesia, Bank Universal, dan Asuransi Astra. Sudah
banyak perusahaan yang telah berhasil diangkat oleh Data Advertising, namun
hingga saat ini Data Advertising belum pernah melakukan promosi diri yang baik
untuk memperkenalkan perusahaannya kepada khalayak luas, dan satu-satunya
promosi yang pernah dilakukan adalah pemuatan iklan di Yellow Pages.
Melihat dari tahun ke tahun bisnis di sektor informasi dan periklanan makin
maju, dan untuk menanggapi pasar bebas yang sebentar lagi hadir di Indonesia.
Kompetitor nantinya tidak hanya biro periklanan dalam negeri saja, tetapi juga
termasuk biro periklanan di luar negeri. Dengan catatan, sebenarnya pada saat ini
sudah banyak biro periklanan luar negeri yang sudah mulai masuk ke Indonesia,
tetapi masih belum banyak dan belum mendominasi. Sebagai salah satu perusahaan
advertising yang sudah cukup berada, tentu tidak jaminan akan dapat bertahan pada
tahun-tahun berikutnya. Untuk itu Data Advertising harus mulai mencari dan
menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang akan datang tersebut, seperti kata
pada pribahasa “sedia payung sebelum hujan”. Dan untuk memulainya, paling tepat
adalah dengan melakukan promosi diri, yang bertujuan untuk mulai memperkenalkan
Data Advertising kepada khalayak sasaran luas, terutama bagi mereka yang masih
belum mengenal perusahaan ini.
37
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi kreatif yang tepat dan efisien, untuk dapat meningkatkan
citra dan juga posisi dari Data Advertising, serta dapat mewakili visi dan misi
daripada Data Advertising?
2. Media apakah yang dapat menunjang perancangan strategi kreatif secara tepat
dan efisien?
3. Melalui promosi, bagaimana memperkenalkan perusahaan Data Advertising
agar lebih dikenal oleh masyarakat di Jakarta secara khusus dan di seluruh
Indonesia secara umum?
4. Bagaimana merancang dan memilih sarana-sarana serta media promosi yang
dinilai paling tepat, kreatif, dan efektif, sehingga Data Advertising mampu
bersaing dengan kompetitornya baik didalam negeri maupun diluar negeri?
5. Menilik perkembangan jaman yang begitu pesat, bagaimanakah merancang
sebuah solusi yang tepat untuk jangka panjang, agar Data Advertising dapat
tetap
exist di antara persaingan antara perusahaan sejenis yang makin ketat
dan kompetitif?
1.3. Tujuan Perancangan
1. Untuk merancang sebuah konsep komunikasi visual, agar dapat
meningkatkan citra dan juga posisi Data Advertising.
2. Untuk memperkenalkan Data Advertising kepada masyarakat di Jakarta
secara khusus, dan di seluruh Indonesia secara umum.
3. Untuk merancang sebuah program yang unik, sehingga Data Advertising
dapat bersaing dengan perusahaan sejenisnya hingga jangka waktu yang lama.
1.4. Manfaat Perancangan
Diharapkan dari hasil kajian ini, dapat memberikan manfaat, sumbangan, atau
kontribusi terhadap pengembangan ilmu maupun kepentingan praktis, diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
Dari hasil kajian dan perancangan ini, diharapkan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi kemajuan Desain Komunikasi Visual, khususnya
dalam bidang perancangan, serta bermanfaat sebagai referensi untuk penulisan
38
kajian maupun perancangan lainnya. Selain itu juga diharapkan, dengan adanya
perancangan ini, penulis mampu meningkatkan kekreatifitasannya dan juga
pengetahuannya dalam sebuah proses perancangan komunikasi visual.
2. Manfaat Pragmatis
Dengan adanya perancangan ini, diharapkan dapat dihasilkan sebuah
kampanye periklanan yang tepat, unik, efektif, dan kreatif, serta mampu
menjawab sercara objektif dan menjadi solusi bagi biro iklan tersebut. Selain itu,
juga diharapkan dapat meningkatkan
image dan posisi dari biro iklan ini di mata
klien dan juga biro iklan lainnya.
1.5. Definisi Operasional
Pada perancangan ini, meliputi promosi melalui media komunikasi visual
yang diwujudkan berupa aplikasi iklan dan bonus berupa
merchandise kepada
khalayak sasaran yaitu para kalangan menengah atas yang bediam dikota-kota besar
terutama untuk Jakarta.
1.5.1. Perancangan
Perancangan berarti proses, tahapan, cara, perbuatan merancang atau
merencanakan segala sesuatu. Termasuk serangkaian proses kreatif, mulai dari
identifikasi masalah, pengumpulan data, analisis dan sintesis, penyusunan konsep,
hingga menghasilkan produk yang sesuai dengan strategi pemecahan masalah.
1.5.2. Promosi
Merupakan serangkaian proses kreatif yang mempunyai beberapa tehapan,
yaitu tahap penyadaran, perkenalan, kompetisi, dan tahap mempertahankan. Tentu
beberapa tahapan tersebut membutuhkan waktu, dan untuk perancangan kali ini
adalah tahap kompetisi hingga mempertahankan.
1.5.3. Iklan
Iklan adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media audio dan atau
visual yang bersifat
non-personal, sebagai sarana pernyampaian pesan yang bersifat
promosi yang ditujukan kepada khalayak sasaran iklan.
39
1.5.4.
Merchandise
Sebagai pendukung promosi, berupa barang-barang pelengkap kebutuhan
seperti baju, topi, mug, payung, pembatas buku, dan lain sebaginya. Tentunya
dengan dibubuhi logo, gambar, atau brand yang sedang di promosikan.
Keberadaannya bisa dibilang hampir sama pentingnya dengan iklan, karena secara
tidak langsung
merchandise merupakan iklan jangka panjang, mengingat daya
tahannya yang cukup lama.
1.5.5. Biro Iklan
Adalah sebuah perusahaan penyedia jasa untuk pemecahan masalah seputar
periklanan, promosi, dan berbagai komunikasi audio dan visual lainnya. Biro iklan
dikelompokkan sesuai dengan peranan dan kemampuannya, yaitu jasa apa saja yang
bisa dikerjakan atau masalah apa saja yang bisa diselesaikan.
1.6. Metode Perancangan
1.6.1. Subjek/Objek Pelitian
Objek dari penelitian ini adalah kampanye periklanan yang digunakan untuk
mempromosikan Data Advertising di Jakarta.
1.6.2. Alat/Model
Untuk mengumpulkan data-data melalui sumber yang ditentukan, tentu saja
memerlukan persiapan, termasuk alat yang akan digunakan pada prosesnya yang
termasuk seperangkat pertanyaan yang akan digunakan dalam kegiatan wawancara
untuk memperoleh data, internet, peralatan fotografi atau audio visual seperti kamera,
handy-cam, dan
tape recorder, serta berbagai alat yang dibutuhkan untuk membuat
dan selama proses perancangan seperti komputer,
printer,
scanner, dan sebagainya.
1.6.3. Jenis dan Sumber Data
Ada beberapa data yang dapat dikumpulkan melalui beberapa sumber,
dimana data-data ini nantinya akan dapat membantu proses perancangan. Dalam hal
memilih tempat promosi, seberapa kuat pomosi yang dilakukan, kepada siapa
promosi ditujukan, bagaimana promosi yang sebaiknya, seberapa lama promosi ini
40
berlangsung, dimana saja fokus-fokus utama promosi, apa saja media promosi yang
dapat dibuat dan di publikasikan, dan masih banyak lagi. Jenis data yang dicari
meliputi antara lain kompetitor, penelitian
target market, pokok permasalahan, gaya
desain, visi dan misi perusahaan, serta langkah-langkah yang sudah ditempuh atau
yang akan dilakukan oleh perusahaan untuk waktu kedepan.
1.6.4. Metode Pengumpulan Data
Adapun alternative cara yang perlu dilakukan untuk penelitian dan
pengumpulan data yang nantinya dapat membantu proses perancangan dan konsep
promosi, yaitu antara lain:
1. Survey
Melakukan pengumpulan data secara langsung melalui banyak responden
apabila dirasa perlu, dalam hal ini biasanya dilakukan dengan penyebaran dan
pembagian angket kepada beberapa responden yang telah ditunjuk untuk
menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan perusahaan.
Serta pengamatan lapangan secara langsung mengenai semua hal yang ada
kaitannya dengan perusahaan ataupun kompetitor. Dalam hal ini, data yang dapat
diperoleh bersifat subjektif orang pertama, karena tergantung dari informasi
macam apa yang diterima oleh penulis.
2. Studi Pustaka/Literatur
Melakukan pengumpulan data melalui sumber-sumber yang telah ada seperti
melalui internet, buku-buku ilmiah, surat kabar, majalah, dan berbagai macam
arsip-arsip dokumentasi yang berkaitan dengan perusahaan.
3. Wawancara
Melakukan wawancara dengan pihak perusahaan yang terkait, untuk
memperoleh data-data yang dibutuhkan, seperti sejarah dan perkembangan
perusahaan, visi dan misi, ruang lingkup pekerjaan, informasi mengenai
kompetitor, dan lain sebagainya.
41
1.6.5. Metode Analisis Data
1. Kuantitatif
Cara ini berguna untuk memperoleh data secara objektif seputar hal yang
ditanyakan. Data yang diperoleh bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak
responden yang berpendapat sesuai dengan jawaban yang disediakan. Dari sekian
banyak responden tersebut, akan dianggap mewakili seluruh
target audience di
pasaran.
2. Kualitatif
Terkadang ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab melalui metode
kuantitatif, untuk itu diperlukannya beberapa orang tertentu yang akan dan dapat
diwawancarai. Berdasarkan jawaban subjektif dari beberapa orang/responden
yang terpilih, maka data yang diperoleh dianggap dapat mewakili sebagian besar
target audience atau
target market.
3. S.W.O.T.
Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT), metode yang sangat
berguna dan sering digunakan untuk mengetahui potensi produk itu sendiri
terhadap kompetitor yang ada di pasaran. Dengan menggunakan metode ini dan
berdasarkan analisa yang diperoleh, dapat diketahui seberapa kuat atau lemah
produk majalah Omega ini, dimanakah celahnya, dan berbagai hal yang nantinya
bisa menjadi ancaman produk ini.
1.7. Konsep Perancangan
1. Melekatkan brand Data Advertising kebenak konsumen masyarakat Jakarta
secara khusus, dan seluruh Indonesia secara umum.
2. Menggunakan gaya desain
simplicity, karena pesan yang di sampaikan jelas,
dan bersifat eksklusif.
42
1.8. Prosedur Perancangan
PENDAHULUAN
Company Information
1. Data perusahaan
1. Latar belakang
2. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Servis yang ditawarkan
3. Tujuan perancangan
4. Personal
4. Pembatasan perancangan
5. Mekanisme kerja
5. Manfaat perancangan
6. Metodologi perancangan
7. Skematika perancangan
1. Strategi Pemasaran
2. Strategi Promosi
SINTESIS
KONSEP PERANCANGAN
1. Tujuan Media
2. Strategi Media
3. Program Media
4. Biaya Media
1. Tujuan Kreatif
2. Strategi Kreatif
3. Program Kreatif
4. Biaya Kreatif
PERENCANAAN
MEDIA
PERENCANAAN
KREATIF
PROGRAM PERANCANGAN
(Designing)
ANALISIS
1.
Market Positioning
2. Kompetitor
3.
Potential Market
4.
Market Segmentation
5. Analisa SWOT
Alternatif Desain
Layout Pengembangan Ide
Evaluasi dan Seleksi
Final Art Work
IDENTIFIKASI